BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Manusia diciptakan oleh Allah SWT kemuka bumi ini,
sebagai khalifah (pemimpin) dimuka bumi ini, oleh sebab itu maka manusia
tidak terlepas dari perannya sebagai pemimpin, dimensi kepemimpinan merupakan
peran sentral dalam setiap upaya pembinaan. Hal ini telah banyak dibuktikan dan
dapat dilihat dalam gerak langkah setiap organisasi. Peran kepemimpinan
begitu menentukan bahkan seringkali menjadi ukuran dalam mencari sebab-sebab
jatuh bangunnya suatu organisasi. Dalam menyoroti pengertian dan hakikat
kepemimpinan, sebenarnya dimensi kepemimpinan memiliki aspek-aspek yang sangat
luas, serta merupakan proses yang melibatkan berbagai komponen didalamnya dan saling mempengaruhi.
Dewasa ini kita tengah memasuki Era Globalisasi yang
bercirikan suatu interdependensi, yaitu suatu era saling ketergantungan yang
ditandai dengan semakin canggihnya sarana komunikasi dan interaksi.
Perkembangan dan kemajuan pesat di bidang teknologi dan
informasi memberikan dampak yang amat besar terhadap proses komunikasi dan
interaksi
tersebut. Era globalisasi sering pula dinyatakan sebagai era yang penuh dengan tantangan
dan peluang untuk saling bekerja sama. Dalam memasuki tatanan dunia baru yang
penuh perubahan dan dinamika tersebut, keadaan dewasa ini telah membawa
berbagai implikasi terhadap berbagai bidang kehidupan, termasuk tuntutan dan
perkembangan bentuk komunikasi dan interaksi sosial dalam suatu proses
kepemimpinan.
Setiap bangsa, nampaknya dipersyaratkan untuk memiliki
kualitas dan kondisi kepemimpinan yang mampu menciptakan suatu kebersamaan
dan kolektivitas yang lebih dinamik. Hal ini dimaksudkan agar memiliki
kemampuan bertahan dalam situasi yang semakin sarat dengan bentuk persaingan,
bahkan diharapkan mampu menciptakan daya saing dan keunggulan yang tinggi.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Teori
Kepemimpinan
Teori
kepemimpinan membicarakan bagaimana seorang menjadi pemimpin; atau bagaimana
timbulnya seorang pemimpin. Ada beberapa teori tentang kepemimpinan,
diantaranya ialah:
Teori Kelebihan
teori ini
beranggapan bahwa seseorang akan menjadi pemimpin apabila ia memiliki kelebihan
dari para pengikutnya. Pada dasarnya kelebihan yang harus dimiliki oleh seorang
pemimpin mencakup 3 (tiga) hal, yaitu:
a. Kelebihan ratio:
ialah kelebihan dalam menggunakan pikiran, kelebihan dalam pengetahuan tentang
hakikat tujuan dari organisasi, dan kelebihan dalam memiliki pengetahuan
tentang cara-cara menggerakkan organisasi, serta dalam pengambilan keputusan
yang cepat dan tepat. Dengan kelebihan ratio diharapkan seorang pemimpin mampu
mengatasi segala macam persoalan yang dihadapi oleh organisasi. Pimpinan
merupakan tumpuan dari para pengikutnya.
b. Kelebihan
rohaniah: berarti seorang pemimpin harus mampu menunjukkan keluhuran budi
pekertinya kepada para bawahan. Seorang pemimpin harus mempunyai moral yang
tinggi karena pada dasarnya pemimpin merupakan panutan para pengikutnya. Segala
tindakan, perbuatan, sikap dan ucapan hendaknya menjadi suri teladan bagi para
pengikutnya.
c. Kelebihan
badaniah: berarti seorang pemimpinan hendaknya memiliki kesehatan badaniah yang
lebih dari para pengikutnya sehingga memungkinkan untuk bertindak dengan cepat.
Akan tetapi masalah kelebihan badaniah ini dapat kita ambil contoh, misalnya
kepemimpinan Panglima Besar Jendral Soedirman, pada jaman revolusi. Meskipun
dalam keadaan sakit, beliau mampu memimpin perang gerilya dan ia sangat
disegani. Hal ini disebabkan oleh karena kewibawaannya dalam memimpin anak
buahnya.
Teori Sifat
Pada
dasarnya teori sifat sama dengan teori kelebihan. Teori ini menyatakan bahwa
seseorang dapat menjadi pemimpin yang baik apabila memiliki sifat-sifat yang
lebih daripada yang dipimpin yang dipimpin. Di samping memiliki tiga macam
kelebihan (ratio, rohaniah, dan badaniah), hendaknya seorang pemimpin mempunyai
sifat-sifat yang positif sehingga para pengikutnya dapat menjadi pengikut yang
baik, dan memberikan dukungan kepada pemimpinnya. Sifat-sifat kepemimpinan yang
umum, misalnya bersifat adil, suka melindungi, penuh percaya diri, penuh
inisiatif, mempunyai daya tarik, energik, persuasif, komunikatif dan kreatif.
Di masa
sekarang, di samping harus memiliki sifat-sifat seperti yang telah diuraikan di
atas, pemimpin diharapkan juga mempunyai sifat mental yang siap membangun.
Mukti Ali (saat masih menjabat sebagai Menteri Agama RI) menyatakan ada
ciri-ciri tertentu dari mental yang siap membangun, yaitu:
1) Suka bekerja keras
2) Sabar menderita dan menghadapi
kesulitan untuk mencapai tujuan
3) Bersifat terbuka, suka menerima ide-ide
baru karena salah satu sifat dari masyarakat ialah selalu berubah.
4) Mau bekerja sama dengan pihak-pihak
lain (perseorangan, badan-badan atau instansi-instansi) yang mempunyai ide-ide
baru dan baik.
5) Berani melakukan eksperimen. Kalau
tidak berani melakukannya maka tidak akan pernah timbul ide-ide baru.
6) Hemat. Tidak boros.
7) Teliti dalam pekerjaan.
8) Jujur.
9) Bersifat mau berbakti atau mempunyai
dedikasi.
10) Suku rukun,
antara lain rukun dalam hubungan antar agama. Kerukunan adalah salah satu
prasyarat bagi pembangunan.
Teori Keturunan
Teori keturunan disebut juga teori
pembawaan lahir. Ada juga yang menyebut teori genetis. Menurut teori keturunan,
seseorang dapat menjadi pemimpin adalah karena keturunan atau warisan. Karena
orangtuanya seorang pemimpin maka anaknya otomatis akan menjadi pemimpin
menggantikkan orangtuanya. Hal ini berarti, seolah-olah menjadi pemimpin karena
ditakdirkan. Pada zaman penjajahan Belanda, teori ini sering menjadi kenyataan.
Misalnya, apabila ayahnya menjadi bupati, maka anaknya akan menjadi bupati
menggantikan orangtuanya. Pada abad modern dewasa ini, teori ini hanya terdapat
pada negara-negara yang berbentuk monarki (kerajaan), dimana kedudukan sebagai
raja diperoleh karena warisan atau keturunan.
Teori
Kharismatis
Teori kharismatis menyatakan bahwa
seseorang menjadi pemimpin karena orang tersebut mempunyai kharisma (pengaruh)
yang sangat besar. Kharisma itu diperoleh dari Kekuatan Yang Maha Kuasa. Dalam
hal ini terdapat suatu kepercayaan bahwa orang itu adalah pancaran dari Zat
Tunggal, dari Tuhan Yang Esa, sehingga dianggap mempunyai kekuatan ghaib
(supranatural power). Pemimpin yang bertipe kharismatis biasanya memiliki daya
tarik, kewibawaan dan pengaruh yang sangat besar. Tokoh-tokoh atau para
pemimpin yang mempunyai tipe kharismatis, misalnya: Panglima Besar Jendral
Sordirman, Ir. Sukarno, John F. Kennedy, Nehru, dan lain-lain.
Teori Bakat
Teori bakat disebut juga teori
ekologis, yang berpendapat bahwa pemimpin itu lahir karena bakatnya. Ia menjadi
pemimpin karena memang mempunyai bakat untuk menjadi pemimpin. Bakat
kepemimpinan itu harus dikembangkan, misalnya dengan memberi kesempatan orang
tersebut menduduki suatu jabatan.
Teori Sosial
Teori sosial beranggapan bahwa pada
dasarnya setiap orang dapat menjadi pemimpin. Setiap orang mempunyai bakat untuk
menjadi pemimpin asal dia diberi kesempatan. Setiap orang dapat dididik menjadi
pemimpin karena masalah kepemimpinan dapat dipelajari, baik melalui pendidikan
formal maupun melalui pengalaman praktek. Yang menjadi masalah adalah apakah
orang yang bersangkutan mendapat kesempatan atau tidak. Banyak orang yang
mempunyai potensi untuk menjadi pemimpin, tetapi kesempatan tidak pernah
diberikan kepadanya. Sebaliknya, ada sementara pejabat yang sebenarnya tidak
mempunyai potensi untuk menjadi pemimpin, tetapi ia mendapat kesempatan untuk
memimpin. Apabila orang itu dalam menjalankan kepemimpinan tidak mau
mempelajari ilmu kepemimpinan atau ilmu manajemen maka ia akan memperoleh
cara-cara mempengaruhi orang lain dan bagaimana teknik-teknik kepemimpinan yang
baik.
B. Tipe-Tipe Kepemimpinan
Yang dimaksud dengan tipe kepemimpinan
adalah gaya atau corak kepemimpinan yang dibawakan oleh seorang pemimpin dalam
mempengaruhi para pengikutnya. Gaya seorang pemimpin dalam menjalankan
kepemimpinannya dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain faktor
pendidikan, faktor pengalaman, faktor usia, dan faktor karakter, tabiat atau
sifat yang ada pada diri pemimpin tersebut. Orang yang ambisius untuk menguasai
setiap situasi, apabila menjadi pemimpin akan bersifat otoriter. Orang yang
mempunyai sifat kebapakan, apabila menjadi pemimpin akan menjalankan
kepemimpinan yang bertipe paternalistik. Pemimpin yang tidak menguasai bidang
tugas yang menjadi wewenangnya akan menyerahkan segala sesuatunya kepada para
bawahan, sehingga gaya kepemimpinannya bersifat laisser faire.
Dari berbagai leteratur dapat ditemukan
berbagai tipe kepemimpinan, anatara lain:
1)
Tipe Otokratis
Otokratis berasal dari kata otokrat,
dari kata autos dan kratos. Autos berarti sendiri, dan kratos berarti kekuatan
atau kekuasaan (power). Jadi kepemimpinan otokratis adalah kepemimpinan yang
mendasarkan kepada suatu kekuasaan, kekuatan yang melekat pada dirinya. Hal ini
berarti seseorang menjadi pemimpin karena mempunyai kekuatan atau kekuasaan
(power).
Ciri-ciri kepemimpinan
yang bertipe otokratis antara lain:
a. Mengandalkan
kepada kekuatan atau kekuasaan yang melekat pada dirinya
b. Menganggap dirinya yang paling berkuasa
(kuasa tunggal)
c. Menganggap dirinya paling mengetahui
segala macam persoalan, orang lain dianggap tidak tahu.
d. Keputusan-keputusan yang diambil secara
sepihak, tidak mengenal kompromi, sehingga ia tidak mau
menerima saran dari bawahan. Ia bahkan tidak memeberi kesempatan kepada bawahan untuk memberikan saran,
pendapat atau ide.
e. Keras dalam
mempertahankan prinsip.
f. Jauh dari para bawahan.
g. Lebih menyukai bawahan yang bersikap
“yesman”, “abs” (asal bapak senang).
h. Perintah-perintah diberikan secara
paksa.
i. Pengawasan
dilakukan secara ketat agar perintah benar-benar dilaksanakan.
2) Tipe Laisser Faire
Seperti telah diuraikan diatas, tipe
laisser faire pada umumnya dijalankan oleh pemimpin yang tidak mempunyai
keahlian teknis. Tipe laisser mempunya ciri-ciri antara lain:
a. Memberikan kebebasan sepenuhnya kepada
para bawahan untuk melakukan tindakan yang dianggap perlu sesuai dengan bidang
tugas masing-masing.
b. Pimpinan tidak terlibat dalam kegiatan
sehingga pemimpin tidak ikut berpartisipasi aktif dalam kegiatan kelompok.
c. Semua pekerjaan dan tanggungjawab
dilimpahkan kepada bawahan.
d. Tidak mampu mengadakan koordinasi dan
pengawasan yang baik.
e. Tidak mempunyai wibawa sehingga ia
tidak ditakuti apalagi disegani oleh bawahan.
f. Secara praktis pemimpin tidak
menjalankan kepemimpinan sehingga ia hanya merupakan simbol belaka.
Berdasarkan ciri-ciri di atas, pemimpin
dengan tipe laisser faire bukanlah pemimpin dalam arti sebenarnya. Seorang
pemimpin dengan cara apapun diharapkan dapat menggerakkan bawahan sehingga
tujuan oeganisasi dapat tercapai. Cara yang terbaik ialah mempengaruhi, bukan
dengan menakut-nakuti.
2)
Tipe Paternalistik
Tipe peternalistik adalah tipe
kepemimpinan yang bersifat kebapakan. Pemimpin bertindak sebagai seorang bapak
yang selalu memberikan perlindungan kepada para bawahan dalam batas-batas
kewajaran.
Ciri-ciri tipe paternalistik antara lain:
a. Pemimpin bertidak sebagai seorang
bapak.
b. Memperlakukan bawahan sebagai orang
yang belum dewasa.
c. Selalu memberikan perlindungan kepada
para bawahan yang kadang-kadang terlalu berlebihan.
d. Keputusan ada ditangan pemimpin, bukan
karena pemimpin ingin bertindak secara otoriter, tetapi karena keinginan dari
pihak pimpinan yang ingin selalu memberi kemudahan kepada bawahan. Oleh karena
itu para bawahan jarang-jarang bahkan sama sekali tidak memberikan saran kepada
pimpinan. Pihak pimpinanpun jarang meminta saran dari bawahan.
e. Karena keputusan ada ditangan pimpinan,
maka pimpinan menganggap dirinya yang paling mengetahui segala macam persoalan.
4) Tipe Militeristis
Tipe Militeristis tidak hanya terdapat
dikalangan militer saja. Tetapi banyak pemimpin instansi (non-militer) yang
menerapkan kepemimpinan dengan tipe militeristis. Tipe militeristis mempunyai
ciri-ciri sebagai berikut:
a. Dalam mengadakan komunikasi, lebih
banyak mempergunakan saluran formal.
b. Dalam menggerakkan bawahan lebih banyak menggunakan sistem
komando/perintah, baik perintah itu secara lisan maupun secara tertulis.
c. Segala sesuatu bersifat formal
d. Disiplin yang tinggi, kadang-kadang
bersifat kaku.
e. Karena segala sesuatunya melalui perintah, maka komunikasi
hanya berlangsung satu arah sehingga bawahan tidak diberi kesmpatan untuk
mengemukakan pendapat.
f. Pimpinan menghendaki bawahan tidak
diberi kesempatan untuk mengemukakan pendapat.
g. Pimpinan menghendaki bawahan patuh
terhadap semua perintah yang diberikannya.
5) Tipe Demokratis
Tipe demokratis jauh berbeda dengan
tipe-tipe yang telah kita bicarakan. Pemimpin yang bertipe demokratis selalu
berada di tengah-tengah para bawahan sehingga ia terlibat dan berpartisipasi
aktif dalam kegiatan organisasi.
Kepemimpinan dengan tipe demokratis mempunyai ciri-ciri
sebagai berikut:
a. Berpartisipasi aktif dalam kegiatan organisasi.
b. Bersifat terbuka.
c. Bawahan diberi kesempatan untuk memberikan saran-saran,
ide-ide baru
d. Dalam mengambil keputusan lebih mengutamakan musyawarah
untuk mufakat, daripada keputusan yang bersifat sepihak. Apabila musyawarah
untuk mufakat tidak berhasil maka ditempuh dengan jalan lain yang sesuai dengan
alam demokratis, misalnya secara votimg.
e. Menghargai potensi setiap individu.
f. Berlangsung dengan mantap. Kemantapan
kepemimpinan demokratis dapat dilihat dalam hal-hal sebagai berikut:
Unit-unit organisasi berjalan lancar,
melakukan kegiatan sesuai dengan fungsi masing-masing.
·
Otoritas didelegasikan kepada para
bawahan.
·
Bawahan merasa senang, aman, tentram.
·
Semangat kerja bawahan tinggi, baik ada
pimpinan maupun tidak ada pimpinan.
g. Pimpinan sering turba (turun ke bawah) melakukan
pembinaan dan penyuluhan, yang sekaligus melakukan pengamatan terhadap hasil
yang telah dicapai, serta kelemahan-kelemahan atau kekurangan dan kesulitan
yang dihadapi para bawahan.
6) Tipe Open Leadership
Sebenarnya tipe open leadership hampir
sama dengan tipe demokratis. Perbedaannya hanya terletak dalam hal pengambilan
keputusan. Tipe demokratis lebih mengutamakan musyawarah untuk mufakat sehingga
musyawarah dijadikan dasar keputusan. Hasil musyawarah menjadi keputusan
pimpinan. Dalam hal ini berbeda dengan tipe open leadership. Pimpinan memang
memberikan kesempatan kepada para bawahan untuk memeberikan saran, tetapi
keputusan tetap ada ditangan pimpinan.
C. Syarat-Syarat Kepemimpinan
Syarat-syarat kepemimpinan dibedakan
menjadi 3 (tiga) macam, yaitu: (1) persyaratan kepemimpinan pada umumnya, (2)
persyaratan kepemimpinan khusus yang berhubungan dengan ciri khas masyarakat
atau negara, (3) persyaratan kepemimpinan khusus yang berhubungan dengan jenis
kegiatan atau pekerjaan.
1)
Persyaratan Kepemimpinan Pada Umumnya
Yang dimaksud dengan persyaratan
kepemimpinan pada umumnya adalah persyaratan kepemimpinan yang berlaku bagi
pemimpin apa saja. Persyaratan kepemimpinan umum meliputi hal-hal sebagai
berikut:
a. Sehat jasmaniah
maupun rohaniah (fisik maupun mental)
b. Bertanggungjawab
dan obyektif dalam sikap, tindakan dan perbuatan. Adil terhadap yang dipimpin.
c. Jujur, yang
meliputi :
1. Jujur terhadap
diri sendiri,
2. Jujur terhadap
atasan,
3. Jujur terhadap
bawahan, dan
4. Jujur terhadap
sesama pegawai.
2) Persyaratan Khusus dalam Hubungannya
dengan Ciri-ciri Khusus Masyarakat
Ciri-ciri khusus masyarakat Indonesia
adalah yang berhubungan dengan dasar negara, yaitu Pancasila. Hal ini berarti
kepemimpinan Indonesia harus berlandaskan kepada falsafah Pancasila. Kepemimpinan
yang berlandaskan falsafah Pancasila. Kepemimpinan yang berlandaskan falsafah
Pancasila berisikan azas-azas sebagai berikut:
1. Ketuhanan Yang
Maha Esa, yaitu kesadaran akan beragama dan beriman yang teguh.
2. Hing Ngarsa
Sung Tulada, Hing Madya Mangun Karsa, Tutwuri Handayani, yang artinya:
a) Hing Ngarsa (di
depan), Tulada (teladan, contoh), yang berarti seorang pemimpin di
tengah-tengah masyarakat harus mampu memberi contoh, memberi teladan yang baik
kepada para bawahan/pengikut.
b) Hing Madya (di tengah-tengah),
Mangun Karsa (membangun semangat). Seorang pemimpin harus senantiasa ada
ditengah-tengah para pengikutnya dan mampu membangkitkan semangat para bawahan.
c) Tut Wuri (dari
belakang), Handayani (memberikan dorongan, memberikan pengaruh), yang berarti
seorang pemimpin dari belakang ia harus mampu memberikan dorongan, memberikan
pengaruh yang baik kepada para bawahan.
Falsafah tersebut memberikan petunjuk bahwa seorang pemimpin tidak harus
senantiasa ada di belakang terus-menerus, tetapi juga di depan, dan ada
ditengah-tengah para bawahan/masyarakat. Dengan cara demikian maka pemimpin
benar-benar menyatu dengan para bawahan/pengikut dalam keadaan atau situasi
yang bagaimanapun.
d) Waspada
Purbawisesa. Artinya: waspada (berawas-awas dan berjaga, tidak lengah), dan
Purbawisesa (kekuasaan sepenuh-penuhnya). Jadi seorang pemimpin dalam
menjalankan kekuasaannya harus selalu waspada, hati-hati, mau dan mampu
mengoreksi diri sendiri dan orang lain (bawahan).
e) Ambeg Parameta.
Mendahulukan mana yang dianggap lebih penting. Hal ini berarti bahwa seorang
pemimpin harus pandai memilih dan menetapkan berbagai macam masalah, dan dari
sekian masalah itu mana yang harus didahulukan untuk mendapat penyelesaian.
f) Prasaja.
Artinya sederhana. Hal ini berarti bahwa seorang pemimpin harus bersifat
sederhana, tidak berlebihan-lebihan, sederhana dalam tingkah laku.
g) Satya, yang
artinya setia atau loyal. Hal ini berarti bahwa seorang pemimpin harus loyal
kepada bawahan, pimpinan dengan pimpinan, atasan yang bersangkutan, dan kepada organisasi
yang dipimpinnya. Loyal kepada organisasi yang dipimpin berarti harus berusaha
untuk mengembangkan, memajukan, mengamankan dari segala macam rongrongan yang
datang dari segenap penjuru, baik yang dilakukan perorangan maupun kelompok
h) Hemat, berarti
tidak boros. Pemimpin harus mempergunakan dana yang tersedia seefesien dan
seefektif mungkin. Ia harus mampu membatasi penggunaan dana sesuai dengan
kebutuhan yang benar-benar penting.
i)
Terbuka, yang berarti pemimpin harus
bersedia menerima saran atau kritik yang membangun dari semua pihak. Ia juga
harus berani mempertanggungjawabkan semua tindakannya secara terbuka.
j)
Penerusan, yang berarti seorang
pemimpin harus mempunyai kesadaraan, kerelaan, dan kemauan untuk menyerahkan
tugas dan tanggungjawab kepasa generasi penerusan untuk melanjutkan dan
mewujudkan cita-cita yang ditentukan. Untuk itu seorang pemimpin harus mampu
menyiapkan dan menciptakan kader-kader penerus berkualitas dan dapat
diandalkan.
3)
Persyaratan Khusus yang Berhubungan dengan Jenis Kegiatan atau Pekerjaan
Menurut jenis kegiatan atau pekerjaan
yang menjadi tugas dan tanggung jawab pemimpin, kepemimpinan dapat dibedakan
menjadi kepemimpinan lini (line leadership), dan kepemimpinan staf (staf
leadership). Persyaratan bagi kepemimpinan lini berbeda dengan persyaratan
kepemimpinan staf karena fungsi lini berbeda dengan fungsi staf. Meskipun
demikian ada beberapa persamaan persyaratan yang harus dimiliki oleh kedua
jenis pimpinan itu, anatara lain:
a. Bersifat ramah
tamah, dalam tutur kata, sikap dan perbuatan.
b. Mempunyai
intelegensi yang tinggi.
c. Sabar, ulet dan
tekun dalam menghadapi masalah.
d. Cepat dan tepat
dalam mengambil keputusan.
e. Jujur, Adil, dan Berwibawa.
Persyaratan khusus bagi kepemimpinan staf akan di
jelaskan dalam uraian tentang kepemimpinan staf.
D. Teknik Kepemimpinan
Yang dimaksud
dengan teknik kepemimpinan ialah dengan cara bagaimana seorang pemimpin
menjalankan fungsi kepemimpinannya. Teknik kepemimpinan dapat dibedakan menjadi 2 (dua)
macam, yaitu teknik kepemimpinan secara umum, dan teknik kepemimpinan khusus.
Teknik kepemimpinan secara umum adalah teknik kepemimpinan yang berlaku bagi
setiap pemimpin, sedang teknik kepemimpinan khusus adalah teknik kepemimpinan
yang dijalankan oleh seorang pemimpin yang memimpin suatu bidang tertentu.
Teknik kepemimpinan khusus akan dibicarakan lebih lanjut dalam uraian tentang
kepemimpinan staf.
Teknik
kepemimpinan pada umumnya terdiri dari: (1) teknik kepengikutan, (2) teknik
human relationship, (3) teknik pemberian teladan, semangat dan dorongan.
1)
Teknik Kepengikutan
Teknik kepengikutan adalah teknik untuk
membuat orang-orang suka mengikuti apa yang menjadi kehendak si pemimpin. Ada
beberapa sebab mengapa seseorang mau menjadi pengikut, yaitu:
1. Kepengikutan
karena peraturan/hukum yang berlaku.
2. Kepengikutan
karena agama.
3. Kepengikutan
karena tradisi atau naluri, dan
4. Kepengikutan
karena rasio.
Teknik
kepengikutan dapat dijalankan dengan penerangan dan propaganda.
a. Teknik Penerangan ialah dengan cara
memberikan fakta-fakta yang objektif. Fakta disebut objektif bila fakta-fakta
itu dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya, jelas sumbernya, dan tidak
bermaksud mengelabuhi para pengikut untuk menutupi kesalahan pemimpin. Supaya
fakta itu jelas dan berguna maka fakta-fakta itu harus disampaikan tepat pada
waktunya dan disajikan dalam bentuk yang dapat dengan mudah dan cepat
dimengerti. Penyajian fakta-fakta yang demikian diharapkan akan dapat
menimbulkan kesadaraan dan kepuasaan di kalangan para bawahan sehingga mereka
kemudian dengan sukarela mengikuti.
b. Teknik Propaganda. Teknik propaganda berbeda
dengan teknik penerangan. Dalam teknik penerangan pemimpin berusaha untuk
memberika pengertian dan kesadaraan kepada para bawahan sehingga mereka menjadi
pengikut berdasarkan atas kesadaraan.
Dalam
propaganda, seseorang menjadi pengikut karena merasa terpaksa dan takut.
Propaganda merupakan suatu cara mengubah pikiran orang lain supaya menjadi
pengikut dengan cara-cara yang bersifat negatif, misalnya dengan intimidasi,
ancaman, menakut-nakuti, dan dengan paksaan.
2)
Teknik Human Relationship
Human
relationship merupakan hubungan kemanusiaan yang bertujuan untuk mendapatkan
kepuasan, baik kepuasan jasmaniah. Karena human relations bertujuan untuk
mendapatkan kepuasan, teknik human relations dapat dilakukan dengan memberikan
berbagai macam kebutuhan kepada para bawahan, baik kepuasan psikologis, maupun
kepuasan jasmaniah.
3) Teknik Memberi Teladan, Semangat dan Dorongan
Dengan teknik ini seorang pemimpin
menempatkan diri sebagai pemberi teladan, pemberi semangat, dan sebagai pemberi
dorongan. Cara ini dapat dilaksanakan apabila pemimpin berpegangan kepada
filsafat: Hing ngarsa sung tulada, hing madya mangun karsa, tut wuri handayani.
Dengan cara demikian diharapkan dapat memberikan pengertian dan kesadaraan
kepada para bawahan sehingga mereka mau dan suka mengikuti apa yang menjadi
kehendak pemimpin.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Teori
kepemimpinan membicarakan bagaimana seorang menjadi pemimpin; atau bagaimana
timbulnya seorang pemimpin. Ada beberapa teori tentang kepemimpinan,
diantaranya ialah:
1.
Teori Kelebihan, teori ini beranggapan
bahwa seseorang akan menjadi pemimpin apabila ia memiliki kelebihan dari para
pengikutnya. Pada dasarnya kelebihan yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin
2.
Teori keturunan disebut juga teori
pembawaan lahir
3.
Pada dasarnya teori sifat sama dengan
teori kelebihan. Teori ini menyatakan bahwa seseorang dapat menjadi pemimpin
yang baik apabila memiliki sifat-sifat yang lebih daripada yang dipimpin yang
dipimpin
4.
Teori kharismatis menyatakan bahwa
seseorang menjadi pemimpin karena orang tersebut mempunyai kharisma (pengaruh)
yang sangat besar
5.
Teori bakat disebut juga teori
ekologis, yang berpendapat bahwa pemimpin itu lahir karena bakatnya.
6.
Teori sosial beranggapan bahwa pada
dasarnya setiap orang dapat menjadi pemimpin. Setiap orang mempunyai bakat
untuk menjadi pemimpin asal dia diberi kesempatan. Setiap orang dapat dididik
menjadi pemimpin karena masalah kepemimpinan dapat dipelajari, baik melalui
pendidikan formal maupun melalui pengalaman praktek. Yang menjadi masalah
adalah apakah orang yang bersangkutan mendapat kesempatan atau tidak
Tidak ada komentar:
Posting Komentar