Kamis, 07 November 2013

Artikel Kepemimpinan


BAB I
PENDAHULUAN
A.        Latar Belakang
Manusia diciptakan oleh Allah SWT kemuka bumi ini, sebagai khalifah (pemimpin) dimuka bumi ini, oleh sebab itu maka manusia tidak terlepas dari perannya sebagai pemimpin, dimensi kepemimpinan merupakan peran sentral dalam setiap upaya pembinaan. Hal ini telah banyak dibuktikan dan dapat dilihat dalam gerak langkah setiap organisasi. Peran kepemimpinan begitu menentukan bahkan seringkali menjadi ukuran dalam mencari sebab-sebab jatuh bangunnya suatu organisasi. Dalam menyoroti pengertian dan hakikat kepemimpinan, sebenarnya dimensi kepemimpinan memiliki aspek-aspek yang sangat luas, serta merupakan proses yang melibatkan berbagai komponen didalamnya dan saling mempengaruhi.
Dewasa ini kita tengah memasuki Era Globalisasi yang bercirikan suatu interdependensi, yaitu suatu era saling ketergantungan yang ditandai dengan semakin canggihnya sarana komunikasi dan interaksi. Perkembangan dan kemajuan pesat di bidang teknologi dan informasi memberikan dampak yang amat besar terhadap proses komunikasi dan interaksi tersebut. Era globalisasi sering pula dinyatakan sebagai era yang penuh dengan tantangan dan peluang untuk saling bekerja sama. Dalam memasuki tatanan dunia baru yang penuh perubahan dan dinamika tersebut, keadaan dewasa ini telah membawa berbagai implikasi terhadap berbagai bidang kehidupan, termasuk tuntutan dan perkembangan bentuk komunikasi dan interaksi sosial dalam suatu proses kepemimpinan.
Setiap bangsa, nampaknya dipersyaratkan untuk memiliki kualitas dan kondisi kepemimpinan yang mampu menciptakan suatu kebersamaan dan kolektivitas yang lebih dinamik. Hal ini dimaksudkan agar memiliki kemampuan bertahan dalam situasi yang semakin sarat dengan bentuk persaingan, bahkan diharapkan mampu menciptakan daya saing dan keunggulan yang tinggi.


BAB II
PEMBAHASAN

A.  Teori Kepemimpinan
            Teori kepemimpinan membicarakan bagaimana seorang menjadi pemimpin; atau bagaimana timbulnya seorang pemimpin. Ada beberapa teori tentang kepemimpinan, diantaranya ialah:
Teori Kelebihan
teori ini beranggapan bahwa seseorang akan menjadi pemimpin apabila ia memiliki kelebihan dari para pengikutnya. Pada dasarnya kelebihan yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin mencakup 3 (tiga) hal, yaitu:
a.    Kelebihan ratio: ialah kelebihan dalam menggunakan pikiran, kelebihan dalam pengetahuan tentang hakikat tujuan dari organisasi, dan kelebihan dalam memiliki pengetahuan tentang cara-cara menggerakkan organisasi, serta dalam pengambilan keputusan yang cepat dan tepat. Dengan kelebihan ratio diharapkan seorang pemimpin mampu mengatasi segala macam persoalan yang dihadapi oleh organisasi. Pimpinan merupakan tumpuan dari para pengikutnya.
b.    Kelebihan rohaniah: berarti seorang pemimpin harus mampu menunjukkan keluhuran budi pekertinya kepada para bawahan. Seorang pemimpin harus mempunyai moral yang tinggi karena pada dasarnya pemimpin merupakan panutan para pengikutnya. Segala tindakan, perbuatan, sikap dan ucapan hendaknya menjadi suri teladan bagi para pengikutnya.
c.    Kelebihan badaniah: berarti seorang pemimpinan hendaknya memiliki kesehatan badaniah yang lebih dari para pengikutnya sehingga memungkinkan untuk bertindak dengan cepat. Akan tetapi masalah kelebihan badaniah ini dapat kita ambil contoh, misalnya kepemimpinan Panglima Besar Jendral Soedirman, pada jaman revolusi. Meskipun dalam keadaan sakit, beliau mampu memimpin perang gerilya dan ia sangat disegani. Hal ini disebabkan oleh karena kewibawaannya dalam memimpin anak buahnya.
Teori Sifat
            Pada dasarnya teori sifat sama dengan teori kelebihan. Teori ini menyatakan bahwa seseorang dapat menjadi pemimpin yang baik apabila memiliki sifat-sifat yang lebih daripada yang dipimpin yang dipimpin. Di samping memiliki tiga macam kelebihan (ratio, rohaniah, dan badaniah), hendaknya seorang pemimpin mempunyai sifat-sifat yang positif sehingga para pengikutnya dapat menjadi pengikut yang baik, dan memberikan dukungan kepada pemimpinnya. Sifat-sifat kepemimpinan yang umum, misalnya bersifat adil, suka melindungi, penuh percaya diri, penuh inisiatif, mempunyai daya tarik, energik, persuasif, komunikatif dan kreatif.
            Di masa sekarang, di samping harus memiliki sifat-sifat seperti yang telah diuraikan di atas, pemimpin diharapkan juga mempunyai sifat mental yang siap membangun. Mukti Ali (saat masih menjabat sebagai Menteri Agama RI) menyatakan ada ciri-ciri tertentu dari mental yang siap membangun, yaitu:
1)    Suka bekerja keras
2)    Sabar menderita dan menghadapi kesulitan untuk mencapai tujuan
3)    Bersifat terbuka, suka menerima ide-ide baru karena salah satu sifat dari masyarakat ialah selalu berubah.
4)    Mau bekerja sama dengan pihak-pihak lain (perseorangan, badan-badan atau instansi-instansi) yang mempunyai ide-ide baru dan baik.
5)    Berani melakukan eksperimen. Kalau tidak berani melakukannya maka tidak akan pernah timbul ide-ide baru.
6)    Hemat. Tidak boros.
7)    Teliti dalam pekerjaan.
8)    Jujur.
9)    Bersifat mau berbakti atau mempunyai dedikasi.
10)  Suku rukun, antara lain rukun dalam hubungan antar agama. Kerukunan adalah salah satu prasyarat bagi pembangunan.


Teori Keturunan
            Teori keturunan disebut juga teori pembawaan lahir. Ada juga yang menyebut teori genetis. Menurut teori keturunan, seseorang dapat menjadi pemimpin adalah karena keturunan atau warisan. Karena orangtuanya seorang pemimpin maka anaknya otomatis akan menjadi pemimpin menggantikkan orangtuanya. Hal ini berarti, seolah-olah menjadi pemimpin karena ditakdirkan. Pada zaman penjajahan Belanda, teori ini sering menjadi kenyataan. Misalnya, apabila ayahnya menjadi bupati, maka anaknya akan menjadi bupati menggantikan orangtuanya. Pada abad modern dewasa ini, teori ini hanya terdapat pada negara-negara yang berbentuk monarki (kerajaan), dimana kedudukan sebagai raja diperoleh karena warisan atau keturunan.

Teori Kharismatis
            Teori kharismatis menyatakan bahwa seseorang menjadi pemimpin karena orang tersebut mempunyai kharisma (pengaruh) yang sangat besar. Kharisma itu diperoleh dari Kekuatan Yang Maha Kuasa. Dalam hal ini terdapat suatu kepercayaan bahwa orang itu adalah pancaran dari Zat Tunggal, dari Tuhan Yang Esa, sehingga dianggap mempunyai kekuatan ghaib (supranatural power). Pemimpin yang bertipe kharismatis biasanya memiliki daya tarik, kewibawaan dan pengaruh yang sangat besar. Tokoh-tokoh atau para pemimpin yang mempunyai tipe kharismatis, misalnya: Panglima Besar Jendral Sordirman, Ir. Sukarno, John F. Kennedy, Nehru, dan lain-lain.

Teori Bakat
            Teori bakat disebut juga teori ekologis, yang berpendapat bahwa pemimpin itu lahir karena bakatnya. Ia menjadi pemimpin karena memang mempunyai bakat untuk menjadi pemimpin. Bakat kepemimpinan itu harus dikembangkan, misalnya dengan memberi kesempatan orang tersebut menduduki suatu jabatan.

Teori Sosial
            Teori sosial beranggapan bahwa pada dasarnya setiap orang dapat menjadi pemimpin. Setiap orang mempunyai bakat untuk menjadi pemimpin asal dia diberi kesempatan. Setiap orang dapat dididik menjadi pemimpin karena masalah kepemimpinan dapat dipelajari, baik melalui pendidikan formal maupun melalui pengalaman praktek. Yang menjadi masalah adalah apakah orang yang bersangkutan mendapat kesempatan atau tidak. Banyak orang yang mempunyai potensi untuk menjadi pemimpin, tetapi kesempatan tidak pernah diberikan kepadanya. Sebaliknya, ada sementara pejabat yang sebenarnya tidak mempunyai potensi untuk menjadi pemimpin, tetapi ia mendapat kesempatan untuk memimpin. Apabila orang itu dalam menjalankan kepemimpinan tidak mau mempelajari ilmu kepemimpinan atau ilmu manajemen maka ia akan memperoleh cara-cara mempengaruhi orang lain dan bagaimana teknik-teknik kepemimpinan yang baik.

B.   Tipe-Tipe Kepemimpinan
Yang dimaksud dengan tipe kepemimpinan adalah gaya atau corak kepemimpinan yang dibawakan oleh seorang pemimpin dalam mempengaruhi para pengikutnya. Gaya seorang pemimpin dalam menjalankan kepemimpinannya dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain faktor pendidikan, faktor pengalaman, faktor usia, dan faktor karakter, tabiat atau sifat yang ada pada diri pemimpin tersebut. Orang yang ambisius untuk menguasai setiap situasi, apabila menjadi pemimpin akan bersifat otoriter. Orang yang mempunyai sifat kebapakan, apabila menjadi pemimpin akan menjalankan kepemimpinan yang bertipe paternalistik. Pemimpin yang tidak menguasai bidang tugas yang menjadi wewenangnya akan menyerahkan segala sesuatunya kepada para bawahan, sehingga gaya kepemimpinannya bersifat laisser faire.
Dari berbagai leteratur dapat ditemukan berbagai tipe kepemimpinan, anatara lain:
1)        Tipe Otokratis
Otokratis berasal dari kata otokrat, dari kata autos dan kratos. Autos berarti sendiri, dan kratos berarti kekuatan atau kekuasaan (power). Jadi kepemimpinan otokratis adalah kepemimpinan yang mendasarkan kepada suatu kekuasaan, kekuatan yang melekat pada dirinya. Hal ini berarti seseorang menjadi pemimpin karena mempunyai kekuatan atau kekuasaan (power).
Ciri-ciri kepemimpinan yang bertipe otokratis antara lain:
a.  Mengandalkan kepada kekuatan atau kekuasaan yang melekat pada dirinya
b.  Menganggap dirinya yang paling berkuasa (kuasa tunggal)
c.  Menganggap dirinya paling mengetahui segala macam persoalan, orang lain dianggap tidak tahu.
d.  Keputusan-keputusan yang diambil secara sepihak, tidak mengenal kompromi, sehingga ia  tidak mau menerima saran dari bawahan. Ia bahkan tidak memeberi kesempatan kepada  bawahan untuk memberikan saran, pendapat atau ide.
e.  Keras dalam mempertahankan prinsip.
f.  Jauh dari para bawahan.
g.  Lebih menyukai bawahan yang bersikap “yesman”, “abs” (asal bapak senang).
h.  Perintah-perintah diberikan secara paksa.
 i.  Pengawasan dilakukan secara ketat agar perintah benar-benar dilaksanakan.

2)    Tipe Laisser Faire
Seperti telah diuraikan diatas, tipe laisser faire pada umumnya dijalankan oleh pemimpin yang tidak mempunyai keahlian teknis. Tipe laisser mempunya ciri-ciri antara lain:
a.  Memberikan kebebasan sepenuhnya kepada para bawahan untuk melakukan tindakan yang dianggap perlu sesuai dengan bidang tugas masing-masing.
b.  Pimpinan tidak terlibat dalam kegiatan sehingga pemimpin tidak ikut berpartisipasi aktif dalam kegiatan kelompok.
c.  Semua pekerjaan dan tanggungjawab dilimpahkan kepada bawahan.
d.  Tidak mampu mengadakan koordinasi dan pengawasan yang baik.
e.  Tidak mempunyai wibawa sehingga ia tidak ditakuti apalagi disegani oleh bawahan.
f.  Secara praktis pemimpin tidak menjalankan kepemimpinan sehingga ia hanya merupakan simbol belaka.
Berdasarkan ciri-ciri di atas, pemimpin dengan tipe laisser faire bukanlah pemimpin dalam arti sebenarnya. Seorang pemimpin dengan cara apapun diharapkan dapat menggerakkan bawahan sehingga tujuan oeganisasi dapat tercapai. Cara yang terbaik ialah mempengaruhi, bukan dengan menakut-nakuti.
2)        Tipe Paternalistik
Tipe peternalistik adalah tipe kepemimpinan yang bersifat kebapakan. Pemimpin bertindak sebagai seorang bapak yang selalu memberikan perlindungan kepada para bawahan dalam batas-batas kewajaran.
Ciri-ciri tipe paternalistik antara lain:
a.  Pemimpin bertidak sebagai seorang bapak.
b.  Memperlakukan bawahan sebagai orang yang belum dewasa.
c. Selalu memberikan perlindungan kepada para bawahan yang kadang-kadang terlalu berlebihan.
d.  Keputusan ada ditangan pemimpin, bukan karena pemimpin ingin bertindak secara otoriter, tetapi karena keinginan dari pihak pimpinan yang ingin selalu memberi kemudahan kepada bawahan. Oleh karena itu para bawahan jarang-jarang bahkan sama sekali tidak memberikan saran kepada pimpinan. Pihak pimpinanpun jarang meminta saran dari bawahan.
e.  Karena keputusan ada ditangan pimpinan, maka pimpinan menganggap dirinya yang paling mengetahui segala macam persoalan.
4)    Tipe Militeristis
Tipe Militeristis tidak hanya terdapat dikalangan militer saja. Tetapi banyak pemimpin instansi (non-militer) yang menerapkan kepemimpinan dengan tipe militeristis. Tipe militeristis mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
a.  Dalam mengadakan komunikasi, lebih banyak mempergunakan saluran formal.
b.  Dalam menggerakkan bawahan lebih banyak menggunakan sistem komando/perintah, baik perintah itu secara lisan maupun secara tertulis.
c.  Segala sesuatu bersifat formal
d.  Disiplin yang tinggi, kadang-kadang bersifat kaku.
e.  Karena segala sesuatunya melalui perintah, maka komunikasi hanya berlangsung satu arah sehingga bawahan tidak diberi kesmpatan untuk mengemukakan pendapat.
f.   Pimpinan menghendaki bawahan tidak diberi kesempatan untuk mengemukakan pendapat.
g.  Pimpinan menghendaki bawahan patuh terhadap semua perintah yang diberikannya.
5)    Tipe Demokratis
Tipe demokratis jauh berbeda dengan tipe-tipe yang telah kita bicarakan. Pemimpin yang bertipe demokratis selalu berada di tengah-tengah para bawahan sehingga ia terlibat dan berpartisipasi aktif dalam kegiatan organisasi.
Kepemimpinan dengan tipe demokratis mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
a.   Berpartisipasi aktif dalam kegiatan organisasi.
b.   Bersifat terbuka.
c.   Bawahan diberi kesempatan untuk memberikan saran-saran, ide-ide baru
d.   Dalam mengambil keputusan lebih mengutamakan musyawarah untuk mufakat, daripada keputusan yang bersifat sepihak. Apabila musyawarah untuk mufakat tidak berhasil maka ditempuh dengan jalan lain yang sesuai dengan alam demokratis, misalnya secara votimg.
e.   Menghargai potensi setiap individu.



f.    Berlangsung dengan mantap. Kemantapan kepemimpinan demokratis dapat dilihat dalam hal-hal sebagai berikut:  
Unit-unit organisasi berjalan lancar, melakukan kegiatan sesuai dengan fungsi masing-masing.
·         Otoritas didelegasikan kepada para bawahan.
·         Bawahan merasa senang, aman, tentram.
·         Semangat kerja bawahan tinggi, baik ada pimpinan maupun tidak ada pimpinan.
g.    Pimpinan sering turba (turun ke bawah) melakukan pembinaan dan penyuluhan, yang sekaligus melakukan pengamatan terhadap hasil yang telah dicapai, serta kelemahan-kelemahan atau kekurangan dan kesulitan yang dihadapi para bawahan.
6)    Tipe Open Leadership
Sebenarnya tipe open leadership hampir sama dengan tipe demokratis. Perbedaannya hanya terletak dalam hal pengambilan keputusan. Tipe demokratis lebih mengutamakan musyawarah untuk mufakat sehingga musyawarah dijadikan dasar keputusan. Hasil musyawarah menjadi keputusan pimpinan. Dalam hal ini berbeda dengan tipe open leadership. Pimpinan memang memberikan kesempatan kepada para bawahan untuk memeberikan saran, tetapi keputusan tetap ada ditangan pimpinan.
C.   Syarat-Syarat Kepemimpinan
Syarat-syarat kepemimpinan dibedakan menjadi 3 (tiga) macam, yaitu: (1) persyaratan kepemimpinan pada umumnya, (2) persyaratan kepemimpinan khusus yang berhubungan dengan ciri khas masyarakat atau negara, (3) persyaratan kepemimpinan khusus yang berhubungan dengan jenis kegiatan atau pekerjaan.
1)        Persyaratan Kepemimpinan Pada Umumnya
Yang dimaksud dengan persyaratan kepemimpinan pada umumnya adalah persyaratan kepemimpinan yang berlaku bagi pemimpin apa saja. Persyaratan kepemimpinan umum meliputi hal-hal sebagai berikut:
a.       Sehat jasmaniah maupun rohaniah (fisik maupun mental)
b.      Bertanggungjawab dan obyektif dalam sikap, tindakan dan perbuatan. Adil terhadap yang dipimpin.
c.       Jujur, yang meliputi :
1.    Jujur terhadap diri sendiri,
2.    Jujur terhadap atasan,
3.    Jujur terhadap bawahan, dan
4.    Jujur terhadap sesama pegawai.
2)    Persyaratan Khusus dalam Hubungannya dengan Ciri-ciri Khusus Masyarakat
Ciri-ciri khusus masyarakat Indonesia adalah yang berhubungan dengan dasar negara, yaitu Pancasila. Hal ini berarti kepemimpinan Indonesia harus berlandaskan kepada falsafah Pancasila. Kepemimpinan yang berlandaskan falsafah Pancasila. Kepemimpinan yang berlandaskan falsafah Pancasila berisikan azas-azas sebagai berikut:
1.      Ketuhanan Yang Maha Esa, yaitu kesadaran akan beragama dan beriman yang teguh.
2.      Hing Ngarsa Sung Tulada, Hing Madya Mangun Karsa, Tutwuri Handayani, yang artinya:
a)      Hing Ngarsa (di depan), Tulada (teladan, contoh), yang berarti seorang pemimpin di tengah-tengah masyarakat harus mampu memberi contoh, memberi teladan yang baik kepada para bawahan/pengikut.
b)      Hing Madya (di tengah-tengah), Mangun Karsa (membangun semangat). Seorang pemimpin harus senantiasa ada ditengah-tengah para pengikutnya dan mampu membangkitkan semangat para bawahan.
c)      Tut Wuri (dari belakang), Handayani (memberikan dorongan, memberikan pengaruh), yang berarti seorang pemimpin dari belakang ia harus mampu memberikan dorongan, memberikan pengaruh yang baik kepada para bawahan.
Falsafah tersebut memberikan petunjuk bahwa seorang pemimpin tidak harus senantiasa ada di belakang terus-menerus, tetapi juga di depan, dan ada ditengah-tengah para bawahan/masyarakat. Dengan cara demikian maka pemimpin benar-benar menyatu dengan para bawahan/pengikut dalam keadaan atau situasi yang bagaimanapun.
d)     Waspada Purbawisesa. Artinya: waspada (berawas-awas dan berjaga, tidak lengah), dan Purbawisesa (kekuasaan sepenuh-penuhnya). Jadi seorang pemimpin dalam menjalankan kekuasaannya harus selalu waspada, hati-hati, mau dan mampu mengoreksi diri sendiri dan orang lain (bawahan).
e)      Ambeg Parameta. Mendahulukan mana yang dianggap lebih penting. Hal ini berarti bahwa seorang pemimpin harus pandai memilih dan menetapkan berbagai macam masalah, dan dari sekian masalah itu mana yang harus didahulukan untuk mendapat penyelesaian.
f)       Prasaja. Artinya sederhana. Hal ini berarti bahwa seorang pemimpin harus bersifat sederhana, tidak berlebihan-lebihan, sederhana dalam tingkah laku.
g)      Satya, yang artinya setia atau loyal. Hal ini berarti bahwa seorang pemimpin harus loyal kepada bawahan, pimpinan dengan pimpinan, atasan yang bersangkutan, dan kepada organisasi yang dipimpinnya. Loyal kepada organisasi yang dipimpin berarti harus berusaha untuk mengembangkan, memajukan, mengamankan dari segala macam rongrongan yang datang dari segenap penjuru, baik yang dilakukan perorangan maupun kelompok
h)      Hemat, berarti tidak boros. Pemimpin harus mempergunakan dana yang tersedia seefesien dan seefektif mungkin. Ia harus mampu membatasi penggunaan dana sesuai dengan kebutuhan yang benar-benar penting.
i)        Terbuka, yang berarti pemimpin harus bersedia menerima saran atau kritik yang membangun dari semua pihak. Ia juga harus berani mempertanggungjawabkan semua tindakannya secara terbuka.
j)        Penerusan, yang berarti seorang pemimpin harus mempunyai kesadaraan, kerelaan, dan kemauan untuk menyerahkan tugas dan tanggungjawab kepasa generasi penerusan untuk melanjutkan dan mewujudkan cita-cita yang ditentukan. Untuk itu seorang pemimpin harus mampu menyiapkan dan menciptakan kader-kader penerus berkualitas dan dapat diandalkan.
3)      Persyaratan Khusus yang Berhubungan dengan Jenis Kegiatan atau Pekerjaan
Menurut jenis kegiatan atau pekerjaan yang menjadi tugas dan tanggung jawab pemimpin, kepemimpinan dapat dibedakan menjadi kepemimpinan lini (line leadership), dan kepemimpinan staf (staf leadership). Persyaratan bagi kepemimpinan lini berbeda dengan persyaratan kepemimpinan staf karena fungsi lini berbeda dengan fungsi staf. Meskipun demikian ada beberapa persamaan persyaratan yang harus dimiliki oleh kedua jenis pimpinan itu, anatara lain:
a.       Bersifat ramah tamah, dalam tutur kata, sikap dan perbuatan.
b.      Mempunyai intelegensi yang tinggi.
c.       Sabar, ulet dan tekun dalam menghadapi masalah.
d.      Cepat dan tepat dalam mengambil keputusan.
e.       Jujur, Adil, dan Berwibawa.
Persyaratan khusus bagi kepemimpinan staf akan di jelaskan dalam uraian tentang kepemimpinan staf.
D.   Teknik Kepemimpinan
Yang dimaksud dengan teknik kepemimpinan ialah dengan cara bagaimana seorang pemimpin menjalankan fungsi kepemimpinannya. Teknik kepemimpinan dapat dibedakan menjadi 2 (dua) macam, yaitu teknik kepemimpinan secara umum, dan teknik kepemimpinan khusus. Teknik kepemimpinan secara umum adalah teknik kepemimpinan yang berlaku bagi setiap pemimpin, sedang teknik kepemimpinan khusus adalah teknik kepemimpinan yang dijalankan oleh seorang pemimpin yang memimpin suatu bidang tertentu. Teknik kepemimpinan khusus akan dibicarakan lebih lanjut dalam uraian tentang kepemimpinan staf.
Teknik kepemimpinan pada umumnya terdiri dari: (1) teknik kepengikutan, (2) teknik human relationship, (3) teknik pemberian teladan, semangat dan dorongan.
1)        Teknik Kepengikutan
Teknik kepengikutan adalah teknik untuk membuat orang-orang suka mengikuti apa yang menjadi kehendak si pemimpin. Ada beberapa sebab mengapa seseorang mau menjadi pengikut, yaitu:
1.      Kepengikutan karena peraturan/hukum yang berlaku.
2.      Kepengikutan karena agama.
3.      Kepengikutan karena tradisi atau naluri, dan
4.      Kepengikutan karena rasio.
Teknik kepengikutan dapat dijalankan dengan penerangan dan propaganda.
a.     Teknik Penerangan ialah dengan cara memberikan fakta-fakta yang objektif. Fakta disebut objektif bila fakta-fakta itu dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya, jelas sumbernya, dan tidak bermaksud mengelabuhi para pengikut untuk menutupi kesalahan pemimpin. Supaya fakta itu jelas dan berguna maka fakta-fakta itu harus disampaikan tepat pada waktunya dan disajikan dalam bentuk yang dapat dengan mudah dan cepat dimengerti. Penyajian fakta-fakta yang demikian diharapkan akan dapat menimbulkan kesadaraan dan kepuasaan di kalangan para bawahan sehingga mereka kemudian dengan sukarela mengikuti.
b.    Teknik Propaganda. Teknik propaganda berbeda dengan teknik penerangan. Dalam teknik penerangan pemimpin berusaha untuk memberika pengertian dan kesadaraan kepada para bawahan sehingga mereka menjadi pengikut berdasarkan atas kesadaraan.
Dalam propaganda, seseorang menjadi pengikut karena merasa terpaksa dan takut. Propaganda merupakan suatu cara mengubah pikiran orang lain supaya menjadi pengikut dengan cara-cara yang bersifat negatif, misalnya dengan intimidasi, ancaman, menakut-nakuti, dan dengan paksaan.
2)        Teknik Human Relationship
       Human relationship merupakan hubungan kemanusiaan yang bertujuan untuk mendapatkan kepuasan, baik kepuasan jasmaniah. Karena human relations bertujuan untuk mendapatkan kepuasan, teknik human relations dapat dilakukan dengan memberikan berbagai macam kebutuhan kepada para bawahan, baik kepuasan psikologis, maupun kepuasan jasmaniah.
3)    Teknik Memberi Teladan, Semangat dan Dorongan
Dengan teknik ini seorang pemimpin menempatkan diri sebagai pemberi teladan, pemberi semangat, dan sebagai pemberi dorongan. Cara ini dapat dilaksanakan apabila pemimpin berpegangan kepada filsafat: Hing ngarsa sung tulada, hing madya mangun karsa, tut wuri handayani. Dengan cara demikian diharapkan dapat memberikan pengertian dan kesadaraan kepada para bawahan sehingga mereka mau dan suka mengikuti apa yang menjadi kehendak pemimpin.



PENUTUP
A.   Kesimpulan
            Teori kepemimpinan membicarakan bagaimana seorang menjadi pemimpin; atau bagaimana timbulnya seorang pemimpin. Ada beberapa teori tentang kepemimpinan, diantaranya ialah:
1.      Teori Kelebihan, teori ini beranggapan bahwa seseorang akan menjadi pemimpin apabila ia memiliki kelebihan dari para pengikutnya. Pada dasarnya kelebihan yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin
2.      Teori keturunan disebut juga teori pembawaan lahir
3.      Pada dasarnya teori sifat sama dengan teori kelebihan. Teori ini menyatakan bahwa seseorang dapat menjadi pemimpin yang baik apabila memiliki sifat-sifat yang lebih daripada yang dipimpin yang dipimpin
4.      Teori kharismatis menyatakan bahwa seseorang menjadi pemimpin karena orang tersebut mempunyai kharisma (pengaruh) yang sangat besar
5.      Teori bakat disebut juga teori ekologis, yang berpendapat bahwa pemimpin itu lahir karena bakatnya.
6.      Teori sosial beranggapan bahwa pada dasarnya setiap orang dapat menjadi pemimpin. Setiap orang mempunyai bakat untuk menjadi pemimpin asal dia diberi kesempatan. Setiap orang dapat dididik menjadi pemimpin karena masalah kepemimpinan dapat dipelajari, baik melalui pendidikan formal maupun melalui pengalaman praktek. Yang menjadi masalah adalah apakah orang yang bersangkutan mendapat kesempatan atau tidak

Tidak ada komentar:

Posting Komentar