Rabu, 06 November 2013

Aqad Dalam Produk Perbankan Syariah

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Dalam beberapa tahun belakangan ini, perkembagan lembaga keuangan yang berlabel Syariah, Bank-bank Syariah sangatlah pesat. Sehingga membuat Bank-bank konvensional ikut-ikutan terbawa arus dan membuka UUS (Unit Usaha Syariah) yang manajemennya terpisah dengan induknya yang berlandaskan konvensional.
Pada dasarnya Bank-bank syariah ialah Bank atau lembaga keuangan yang berlandaskan prinsip Islam, yang mana didalamnya bebas dari unsur-unsur Riba, Gharar, Judi, dan berbagai transaksi-transaksi yang dilarang oleh hukum islam. Dalam mekanisme pelaksaan kegiatan usaha bank syariah, untuk menghindari terjadinya unsur-unsur yang dilarang dalam Islam, maka dalam mekanisme kegiatan usaha bank syariah, baik dalam penghimpunan dan penyaluran dana. Terdapat berbagai macam akad, diantaranya, akad Mudharabah, Musyarakah, Wadiah, Ijarah Dan lain sebagainya.[1]
B.     Rumusan masalah
Dari latar belakang masalah diatas, terdapat beberapa macam rumusan masalah yang terdapat didalamnya, diantaranya adalah :
Ø  Apa yang dimaksud dengan akad ?
Ø  Jenis-jenis akad !
Ø  Macam-macam akad dalam perbankan syariah !
Ø  Rukun dan syarat akad !






BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Akad
Pengertian akad secara  etimologi berarti perikatan perjanjian. Sedangkan secara terminolagi, pengertian akad adalah suatu perikatan yang ditetapkan dengan ijab qabul berdasarkan ketentuan syara’ yang menimbulkan akibat hukum terhadap objeknya. Istilah akad di dalam Al-Qur’an seperti:
Hai orang-orang beriman penuhilah (perjanjian) di antara kamu ( Qs.Al-maidah {5}: 1)
Dari pengertian dan penjelasan firman Allah SWT tersebuat di atas,  dapat di ambil ketentuan hukum bahwa setiap perjanjian yang secara sah, berarti mengikat bagi pihak yang membuatnya. Kerena setiap perjanjian pasti akan diminta pertanggung  jawaban.
Akad berasal dari bahasa Arab ‘aqoda artinya mengikat atau mengokohkan. Secara bahasa pengertiannya adalah ikatan, mengikat. Dikatakan ikatan (al-robath) maksudnya adalah menghimpun atau mengumpulkan dua ujung tali dan mengikatkan  salah satunya pada yang lainnya, hingga keduanya bersambung dan menjadi seperti seutas tali yang satu.
Dalam Al-Qur’an kata al-aqdu terdapat pada surat Al-Maidah ayat 1, bahwa manusia diminta untuk memenuhi akadnya. Menurut Gemala Dewi S.H. beliau mengutip pendapat Fathurrahman Djamil, istilah al-aqdu dapat disamakan dengan istilah verbentenis dalam KUH Perdata.[2]
Menurut Fiqh Islam akad berarti perikatan, perjanjian dan permufakatan (ittifaq). Dalam kaitan ini peranan Ijab (pernyataan melakukan ikatan) dan Qobul (pernyataan menerima ikatan) sangat berpengaruh pada objek perikatannya, apabila ijab dan qabul sesuai dengan ketentuan syari’ah, maka munculah segala akibat hukum dari akad yang disepakati tersebut.
Menurut Musthafa Az-Zarka suatu akad merupakan ikatan secara hukum yang dilakukan oleh dua atau beberapa pihak yang sama-sama berkeinginan mengikatkan dirinya. Kehendak tersebut sifatnya tersembunyi dalam hati, oleh karena itu menyatakannya masing-masing harus mengungkapkan dalam suatu pernyataan yang disebut Ijab dan Qabul.
Syarat umum yang harus dipenuhi suatu akad menurut ulama fiqh antara lain, pihak-pihak yang melakukan akad telah cakap bertindak hukum, objek akad harus ada dan dapat diserahkan ketika akad berlangsung, akad dan objek akadnya tidak dilarang syara’, ada manfaatnya, ijab dan qabul dilakukan dalam satu majelis dan tujuan akad harus jelas dan diakui syara’. Karena itulah ulama fiqh menetapkan apabila akad telah memenuhi rukun dan syarat mempunyai kekuatan mengikat terhadap pihak-pihak yang melakukan akad
Dalam islam menganjurkan umatnya untuk memenuhi akad yang telah dibuat, selama tidak bertentangan dengan prinsip syariat untuk menghindari kelainan dalam akad, seseorang dituntut agar  dasarnya orang yang berjanji setia kepada sesama, sesungguhnya mereka telah berjanjian setiap kepada Allah. Tangan Allah di atas tangan mereka, maka barang siapa yang melanggar janjinya niscaya akibat pelanggaran janji itu akan menimpa dirinya sendiri, begitu pula sebaliknya barangsiapa yang menepati janjinya kepada Allah maka Allah akan memberikanya pahala yang besar (QS. Al- Fath [48]:10).[3]
v  Rukun-rukun akad
1.      Aqid, yaitu orang yang berakad
2.      Ma’qud ‘alaih yaitu benda-benda yang diakadkan
3.      Maudh’ al ‘aqd yaitu tujuan atau maksud pokok mengadakan akad
4.      Shighat al-aqdi yaitu ijab dan qabul


v  Jenis-jenis akad
1.      Aqad munjis yaitu akad yang dilakukan langsung pada waktu selesainya akad
2.      Akad mu’alaq yaitu akad yang didalamnya pelaksaannya terdapat syarat-syarat yang telah ditentukan dalam akad
3.      Aqad mudhaf yaitu akad yang dalam elaksanaannya terdapat syarat-syarat mengenai penanggulangan pelaksaan akad, pernyataan yang pelaksanaannya ditanggung hingga waktu yang  ditentukan.[4]

B.     Akad Bank Syariah
1.      Akad pola titipan
Akad pola titipan (Wadi’ah), dapat dilakukan dengan cara kita memberikan sebuah jasa untuk sebuah penitipan atau pemeliharaan yang kita lakukan sebagai ganti orang lain yang mempunyai tanggungan. Wadi’ah adalah akad penitipan barang atau jasa antara pihak yang mempunyai barang atau uang dengan pihak yang diberi kepercayaan dengan tujuan menjaga keselamatan, keamanan, serta keutuhan barang atau uang tersebut. Pada awalnya, wadi’ah muncul dalam bentuk wadiah yad al-amanah yang kemudian perkembangannya memunculkan wadiah yad dhamanah.[5]
Rukun dan syarat wadiah
1.      Barang yang dititipkan, syarat barang yang dititipkan adalah barang atau benda itu merupakan sesuatu yang dapat dimiliki menurut syara’
2.      Orang yang menitipkan dan menerima titipan, disyaratkan bagi penitip dan penerima titipan sudah baligh, berakal, serta syarat-syarat lain yang yang sesuai dengan syarat-syarat berwakil .
3.      Sighat ijab qabul, disyaratkan oleh ijab qabul ini dimengerti oleh kedua belah pihak, baik dengn jelas maupun samar.[6]

Pembagian wadi’ah sebagai berikut
ü  Titipan wadiah yad amanah
Akad Wadiah dimana barang yang dititipkan tidak dapat dimanfaatkan oleh penerima titipan dan penerima titipan tidak bertanggung jawab atas kerusakan atau kehilangan barang titipan selama si penerima titipan tidak lalai atau ceroboh dalam memelihara barang atau aset titipan.
ü  Titipan wadiah yad dhamanah
Akad Wadiah dimana barang atau uang yang dititipkan dapat dipergunakan oleh penerima titipan dengan atau tanpa ijin pemilik barang dan pihak penyimpan bertanggung jawab atas segala kerusakan atau kehilangan yang terjadi pada barang atau aset titpan. dari hasil penggunaan barang atau uang ini si pemilik dapat diberikan kelebihan keuntungan dalam bentuk bonus dimana pemberiannya tidak mengikat dan tidak diperjanjikan.
Dengan prinsip ini, penyimpan boleh mencampur aset penitip dengan dengan aset penimpan atau aset penitip yang lain, dan kemudian digunakan untuk tujuan produktif mencari keuntungan.[7]

2.      Akad pola pinjaman
Satu-satunya akad yang berbentuk pinjaman yang ditrapkan dalam perbankan syariah adalah Qard dan turunannya Qardhul Hasan. Karena bunga dilarang dalam islam, maka pinjaman qard maupun qardhul hasan merupakan pinjaman tanpa bunga. Lebih khusus lagi pinjaman qardhul hasan merupakan pinjaman kebajiakan yang tidak bersifat konvensional, tetapi bersifat sosial.


3.      Akad pola bagi hasil
ü  Musyarakah
Menurut Syafi’i Antonio Akad Musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana (atau amal/expertise) dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama sesuai kesepakatan.
Rukun Musyarakah antara lain :
1.      Ijab-kabul (sighah) adalah adanya kesepakatan antara kedua belah pihak yang bertransakasi.
2.      Dua pihak yang berakad (‘aqidani) dan memiliki kecakapan melakukan pengelolaan harta
3.      Objek aqad (mahal) yang disebut juga ma’qud alaihi, yang mencakup modal atau pekerjaan
4.      Nisbah bagi hasil.[8]

Macam – macam musyarakah :
a.       Mufawadhah
Akad kerjasama dimana masing-masing pihak memberikan porsi dana yang sama. Keuntungan dibagi sesuai dengan kesepakatan dan kerugian ditanggung bersama.
b.      Inan
Akad kerjasama dimana pihak yang bekerjasama memberikan porsi dana yang tidak sama jumlahnya. Keuntungan dibagi sesuai dengan kesepakatan dan kerugian ditanggung sebesar porsi modal.
c.       Wujuh
Akad kerjasama dimana satu pihak memberikan porsi dana dan pihak lainnya memberikan porsi berupa reputasi. Keuntungan dibagi sesuai dengan kesepakatan dan kerugian ditanggung sesuai dengan porsi modal, pihak yang memberikan dana akan mengalami kerugian kehilangan dana dan pihak yang memberikan reputasi akan mengalami kerugian secara reputasi.
d.       Abdan
Akad kerjasama dimana pihak-pihak yang bekerjama bersama-sama menggabungkan keahlian yang dimilikinya. Keuntungan dibagi berdasarkan kesepakatan dan kerugian ditanggung bersama. dengan akad ini maka pihak yang bekerjasama akan mengalami kerugian waktu jika mengalami kerugian.[9]

ü  Mudharabah
Mudharabah atau penanaman modal adalah penyerahan modal uang kepada orang yang berniaga sehingga ia mendapatkan presentase keuntungan.[10][3] Pada dasarnya Mudharabah adalah bentuk kerjasama antara dua atau lebih pihak dimana pemilik modal (shahibul maal) mempercayakan sejumlah modal kepada pengelola (mudharib) dengan suatu perjanjian pembagian keuntungan. Bentuk ini menegaskan kerjasama dengan kontribusi 100% modal dari shahibul maal dan keahlian dari mudharib. Transaksi jenis ini tidak mensyaratkan adanya wakil shahibul maal dalam manajemen proyek. Sebagai orang kepercayaan, mudharib harus bertindak hati-hati dan bertanggung jawab untuk setiap kerugian yang terjadi akibat kelalaian. Sedangkan sebagai wakil shahibul maal dia diharapkan untuk mengelola modal dengan cara tertentu untuk menciptakan laba optimal.
Apabila terjadi kerugian karena proses normal dari proses usaha, dan bukan karena kelalaian dan kecurangan panitia, kerugian ditanggung sepenuhnya oleh pemilik modal, sedangkan pengelola kehilangan tenaga dan keahlian yang telah dicurahkannya. Apabila kerugian karena kecurangan dan kelalaian pengelola, maka pengelolalah yang bertanggung jawab sepenuhnya.
Dalam satu akad mudharabah, pemodal dapat bekerjasama dari satu pengelola. Para bekerjasama tersebut seperti bekerja sebagai mitra usaha terhadap pengelolaan yang lain. Nisbah porsi bagi hasil pengelola dibagi sesuai kesepakatan dimuka.
Nisbah bagi hasil antara pemodal dan pengelola ini harus disepakati diawal pejanjian. Besarnya nisbah bagi hasil masing-masing pihak tidak diatur dalam syariah, tetapi hanya tergantung pada kesepakatan mereka. Nisbah bagi hasil ini bisa dibagi rata 50:50, namun bisa juga 30:70, 60:40, atau porsi-porsi yang disepakati keduanya. Pembagian keuntungan yang tidak diperbolehkan adalah dengan menentukan alokasi jumlah tertentu untuk salah satu pihak. Diluar porsi bagi hasil yang diterima pengelola, pengelola tidak diperkenankan meminta gaji atau kompensasi lainnya untuk hasil kerjanya. Semua mazhab sepakat dalam hal ini.
a.        Rukun dan Syarat akad Mudharabah
Terbentuk dan terjadinya akad mudharabah haruslah ada syarat dan rukun-rukun tertentu yang harus terpenuhi. Diantara rukun-rukunnya adalah :
1.      Pelaku akad, yaitu Shahibul Mal (pemodal) dan Mudharib (pengelola), adalah pihak yang pandai berbisnis namun tak memiliki modal.
2.      Objek akad, yaitu mal (modal), kerja (dharabah), dan keuntungan (ribh),
3.      Shighah, yaitu ijab dan kabul
Sementara itu, syarat-syarat khusus yang harus dipenuhi dalam mudharabah terdiri dari syarat keuntungan dan modal. syarat modal, yaitu :
1.      Modal harus berupa uang,
2.      Modal harus jelas dan diketahui jumlahnya,
3.      Modal harus tunai, bukan utang,
4.      Modal harus diserahkan kepada mitra kerja.
Dan syarat mengenai keuntungan, yaitu keuntungan tersebut haruslah jelas ukurannya, dan keuntungan harus dengan pembagian yang disepakati kedua belah pihak.
Beberapa syarat pokok mudharabah menurut Usmani (1999) antara lain sebagai berikut :
a.      Usaha Mudharabah
Shahibul mal boleh menentukan usaha apa yang akan dilakukan oleh Mudharib, dan Mudharib harus menginvestasikan modal kedala usaha tersebut saja. Mudharabah seperti ini disebut mudharabah Muqayyadah (mudharabah terikat). Akan tetapi, apabila shahibul mal memberikan kebebasan kepada mudharib untuk melakukan usaha apa saja yang diinginkan oleh mudharib, maka kepada mudharib harus diberi otoritas untuk menginvestasikan kedalam usaha yang dirasa cocok. Mudharabah seperti ini disebut dengan mudharabah mutlaqah (mudharabah tidak terikat).
b.      Pembagian Keuntungan
Untuk validitas mudharabah diperlukan bahwa para pihak sepakat, pada awal kontrak, pada proporsi tertentu dari keuntungan nyata yang menjaddi bagian masing-masing.
c.       penghentian Mudharabah
kontrak mudharabah dapat dihentikan kapan saja oleh salah satu pihak dengan syarat memberi tahu pihak lain terlebih dahulu. Jika semua aset berbentuk cair/tunai pada saat usah dihentikan, dan usaha telah menghasilkan keuntungan, maka keuntungan dibagi terlebih dahulu sesuai dengan kesepakatan. Jika aset belum berbentuk cair/tunai, kepada mudharib haruslah diberi waktu untuk melikuidasi aset agar keuntungan atau kerugian dapat diketahui dan keuntungan.[11]

4.      Akad pola jual beli
Menurut istilah yang dimaksud dengan jual beli adalah menukar barang dengan barang atau barang dengan uang dengagn jalan melepaskan hak milik dari yang satu kepada yang lain atas dasar saling merelakan.
Jual beli menurut ulama malikiyah ada dua macam, yaitu jual beli yang bersifat umu dan jual beli yang bersifat khusus.
Jual beli dalam arti umum adalah  suatu perikatan tukar manukar suatu yang bukan kemanfaatan dan kenikmatan. Perikatan dalah akad yang mengikat dua belah pihak. Tukar menukar yaitu salah satu pihak menyerahkan ganti penukaran atas suatu yang ditukarkan oleh pihak lain
Jual beli dalam arti  khusus adalah ikatan tukar menukar sesuatu yang bukan kemanfaatan dan bukan pula kelezatan yang mempunyai daya tarik, penukarannya bukan mas dan bukan pula perak, bendanya dapat direalisir dan ada ketika (tidak ditangguhkan), tidak merupakan utang baik barang itu ada dihadapan si pembeli maupun tidak.  
a.       Rukun jual beli
1.      Akad (ijab dan Qabul)
2.      Orang-orang yang berakad (penjual dan pembeli)
3.      Ma’kud alaihi (objek akad)
b.      Macam-macam jual beli
1.      Jual beli benda yang kelihatan
2.      Jual beli yang disebutkan sifat-sifatnya dalam janji
3.      Jual beli benda yang tidak ada
c.       Syarat benda yang dijadikan objek akad
1.      Suci
2.      Memberi manfaat menurut syara’
3.      Jangan ditaklikan
4.      Tidak dibatasi waktunya
5.      Dapat diserahkan dengan cepat maupun lambat
6.      Milik sendiri
7.      Diketahui, yaitu dietahui beratnya, banyaknya, takarannya, atau ukuran-ukuran lainnya.[12]

ü  Murabahah
Merupakan akad dimana Investor menyediakan barang tertentu dan melakuakan kontrak untuk penjualan kembali ke klien dan perjanjian margin yang disepakati.
Menurut definisi Ulama Fiqh Murabahah adalah akad jual beli atas barang tertentu. Dalam transasksi penjualan tersebut penjual menyebutkan secara jelas barang yang akan dibeli termasuk harga pembelian barang dan keuntungan yang akan diambil.
Dalam perbankan Islam, Murabahah merupakan akad jual beli antara bank selaku penyedia barang dengan nasabah yang memesan untuk membeli barang. Dari transaksi tersebut bank mendapatkan keuntungan jual beli yang disepakati bersama. Selain itu murabahah juga merupakan jasa pembiayaan oleh bank melalui transaksi jual beli dengan nasabah dengan cara cicilan. Dalam hal ini bank membiayai pembelian barang yang dibutuhkan oleh nasabah dengan membeli  barang tersebut dari pemasok kemudian mejualnya kepada nasabah dengan menambahkan biaya keuntungan (cost-plus profit) dan ini dilakukan melalui perundingan terlebih dahulu antara bank dengan pihak nasabah yang bersangkutan.
ü  Salam
Merupakan akad Jual-beli dimana barang yang dibeli biasanya belum ada atau masih  harus diproduksi. Dalam hal ini uang diserahkan sekaligus dimuka sedangkan barangnya diserahkan di akhir periode pembiayaan.
ü  Istishna
Istishna adalah suatu transaksi jual beli antara mustashni’ (pemesan) dengan shani’i (produsen) dimana barang yang akan diperjual belikan harus dipesan terlebih dahulu dengan  kriteria yang jelas.Secara etimologis, istishna itu adalah minta dibuatkan.
Dengan demikian menurut jumhur ulama istishna sama dengan salam, karena dari objek/barang yang dipesannya harus dibuat terlebih dahulu dengan ciri-ciri tertentu seperti halnya salam. Bedanya terletak pada sistem pembayarannya, kalau salam pembayarannya dilakukan sebelum barang diterima, sedang istishna boleh di awal, di tengah atau diakhir setelah pesanan diterima.[13]

5.      Akad pola sewa
ü  Ijarah
Ijarah adalah akad pemindahan hak guna  atas suatu barang atau jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa/upah tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang itu sendiri.
Pengertian secara etimologi ijarah disebut juga al-ajru (upah) atau al-iwadh (ganti). Ijarah disebut juga sewa, jasa atau imbalan. Sedangkan menurut Syara’ Ijarah adalah salah satu bentuk kegiatan Mu’amalah dalam memenuhi kebutuhan hidup manusia, seperti sewa menyewa dan mengontrak atau menjual jasa, atau menurut Sayid Sabiq Ijarah ini adalah suatu jenis akad untuk mengambil manfaat dengan jalan penggantian.
Menurut Ulama Fiqh Imam Hanafi Ijarah adalah transaksi terhadap suatu manfaat dengan imbalan.  Sedangkan menurut Ulama Syafi’i Ijarah adalah transaksi terhadap suatu manfaat yang dituju, tertentu, bersifat mubah dan dapat dimanfaatkan dengan imbalan tertentu. Sementara menurut Ulama Maliki dan Hambali Ijarah adalah pemilikan manfaat sesuatu yang dibolehkan dalam waktu tertentu dengan suatu imbalan.
ü  Ijarah muntahiya bittamlik
Transaksi ini adalah sejenis perpaduan antara akad (kontrak) jual beli dengan akad sewa yang diakhiri dengan kepemilikan barang di tangan si penyewa. Sifat pemindahan kepemilikan inilah yang membedakan denga ijarah biasa. Adapun bentuk akad ini bergantung pada apa yang disepakati kedua belah pihak yang berkontrak.[14]
Rukun dan syarat ijarah
1.      Mu’jir dan musta’jir yaitu orang yang melakukan akad sewa-menyewa atau upah mengupah. Mu’jir (orang yang memberikan sewa) dan musta’jir (orang yang menrima sewa), syaratnya baligh, berakal, cakap dalam mengendalikan harta, dan saling meridhai.
2.      Shigat ijab qabul
3.      Ujrah disyratkan diketahui oleh kedua belah pihak
4.      Barang yang disewakan
a.       Barang dapat dimanfaatkan kegunaannya
b.      Barang dapat diserahkan kepada penyewa
c.       Manfaat dari benda yang disewa
d.      Barang yang disewakan disyaratkan kekal zatnya hingga waktu yang ditentukan menurut perjanjian.[15]

6.      Akad pola lainnya
ü  Wakalah
Al-Wakalah menurut bahasa Arab dapat dipahami sebagai at-Tafwidh. Yang dimaksudkan adalah bentuk penyerahan, pendelagasian atau pemberian mandat dari seseorang kepada orang lain yang dipercayainya. Yang dimaksudkan dalam pembahasan ini wakalah yang merupakan salah salah satu jenis akad yakni pelimpahan kekuasaan oleh seseorang kepada orang lain dalam hal-hal yang diwakilkan.
Rukun dan syarat al-wakalah
1.      Orang yang mewakilkan, syarat-syarat bagi orang yang mewakilkan ialah ia pemili barang atau dibawah kekuasaannya dan dapat bertindak pada harta tersebut.
2.      Wakil (yang mewakilkan), syarat-syarat bagi yang mewakilkan ialah bahwa yang meawakili adalah orang yang berakal. Bila orang yang mewakilkan itu idiot, gila, atau belum dewasa, maka perwakilan batal. Menurut hanafiah, anak kecil yang sudah dapat membedakan yang baik dan buruk sah untuk menjadi wakil.
3.      Mwakkal fih ( sesuatu yang diwakilkan ) syarat-syartnya :
a.       Menrima penggantian, maksudnya boleh diwakilkan pada orang lain untuk mengerjakannya.
b.      Dimiliki oleh yang berwakil ketiaka ia berwakil itu, maka batal mewakilkan sesuatu yang akan dibeli.
c.       Diketahui dengan jelas, maka batal mewakilkan sesuattu yang masih samar.
4.      Shigat, yaitu lafadz mewakilkan, shigat diucapkan dari yang berwakil sebagai simbol keridhaan untuk mewakilkan, dan wakil menerimanya.[16] 
Agama Islam mensyari’atkan  al-wakalah  karena manusia membutuhkannya. Hal ini karena tidak setiap orang mempunyai kemampuan atau kesempatan untuk menyelesaikan urusannya sendiri, terkadang suatu kesempatan seseorang perlu mendelegasikan suatu pekerjaan/urusan pribadinya kepada orang lain untuk mewakili dirinya. Dalil syara’ yang membolehkan wakalah didapati dalam firman Alloh pada surat Al-Kahfi :19, yang terjemahannya sbb: .
...Maka suruhlah salah seorang diantara kamu  pergi ke kota dengan membawa uang  perakmu ini, dan hendaklah dia lihat manakah makakan yang lebih baik Dan bawalah sebagian makanan itu untukmu, dan hendaklah dia berlaku lemah lembut dan jangan sekali-kali menceritakan halmu kepada siapapun”.
Dalam ayat ini dilukiskan perginya salah seorang dari ash-habul kahfi yang bertindak untuk dan atas nama rekan-rekannya sebagai wakil mereka dalam memilih dan membeli makanan.
ü  Kafalah
Pengertian kafalah menurut bahasa berati al-dhaman (jaminan), hamalah (beban) dan za’amah (tanggungan). Sedangkan menurut istilah adalah akad pemberian jaminan yang diberikan oleh satu pihak kepada pihak lain, dimana pemberi jaminan (kaafil) bertanggungjawab  atas pembayaran kembali suatu utang  yang menjadi hak penerima jaminan (makful).
Dalam pengertian lain, kafalah juga berti mengalihkan tanggung jawab seseorang yang dijamin dengan berpegang pada tanggung jawab orang lain sebagai penjamin.
Rukun dan syarat kafalah
1.      Dhamin, kafil, atau zaim yaitu yang menjamin dimana ia disyaratkan sudah baligh, berakal, tidak dicegah membelanjakan hartanya (mahjur) dan dilakukan dengan kehendak sendiri
2.      Madmun lah yaitu orang yang berpiutang, syaratnya ialah bahwa yang berpiutang diketahui oleh oranga yang menjamin.
3.      Madmun anhu yaitu orang yang berhutang
4.      Madmun bih atau makful bih yaitu utang , barang atau orang, disyaratkan pada makful bih dapat diketahaui dan tetap keadaanya, baik sudah tetap maupun akan tetap.
5.      Lafadz, disyaratkan keadaan lafadz itu berarti menjamin, tidak digantungkan kepada sesuatu dan tidak berarti sementara. [17]
Sebab berakhir dari wakalah
1.      Matinya salah seorang dari yang berakadkarena salah satu syarat sah akad adalah orang yang berakad msih hidup.
2.      Bila salah seorang yang berakad gila, karena syarat sah akad salah satu orang yang berakad mempunyai akal.
3.      Dihentikannya pekerjaan yang dimaksud, karena juka telah berhenti, dalam keadaan seperti ini al-wakalah tidak berfungsi lagi.
4.      Pemutusan oleh orang yang mewakilkan terhadap wakil mwekipun wakil belum mengetahui.
5.      Wakl mwmutuskan sendiri
6.      Keluarnya orang yang mewaklkan dari status kepemilikan.[18]

ü  Hiwalah
Dalam enseklopedi Perbankan Syari’ah Hawalah bisa disebut juga Hiwalah yang berarti intiqal (perpindahan), pengalihan, atau perubahan sesuatu atau memikul sesuatu di atas pundak.
Menurut istilah Hiwalah diartikan sebagai pemindahan utang dari tanggungan penerima utang (ashil) kepada tannggugan yang bertanggujawab (mushal alih) dengan cara adanya penguat atau dengan kata lain adalah pemindahan hak atau kewajiban yang dilakukan seseorang (pihak pertama) yang sudah tidak sanggup lagi untuk membayarnya kepada pihak kedua yang memiliki kemampuan untuk mengambil alih atau untuk menuntut pembayaran utang dari/atau membayar utang kepada pihak ketiga.

Rukun dan syarat hiwalah
1.      Orang yang memindahkan hutang (muhilf) adalah orang yang berakal, maka batal hiwalah yang dilakukan muhil dalam keadaan gila atau masih kecil.
2.      Orang yang menerima hiwalah adlah orang yang berakal, maka batallah hiwalah yang dilakukan oleh orang yang tidak berakal.
3.      Orang yang dihiwalahkan juga harus berakal dan disyaratkan pula dia meridhainya.
4.      Adanya hutang muhil kepada muhal alaih.[19]
ü  Rahn
Gadai (Rahn) secara etimologis (pendekatan kebahasaan/lughawi). Gadai (rahn) menurut pengertian terminologi (istilah) terdapat beberapa pendapat, diantaranya menurut Sayyid Sabiq, Rahn adalah menyandera sejumlah harta yang diserahkan sebagai jaminan secara hak, tetapi dapat diambil kembali sebagai tebusan.
Menurut Muhammad Syafi’i Antonio, Rahn (Gadai) adalah menahan salah satu harta milik sipeminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya. Barang yang ditahan tersebut memiliki nilai ekonomis, dengan demikian pihak yang menahan memperoleh jaminan untuk dapat mengambil kembali seluruh atau sebagian piutangnya.
Rukun dan syarat gadai
1.      Akad ijab dan qabul
2.      Aqid, yaitu yang menggadaikan (rahin)dan ynag merima gadai (murtahin). Syaratnya bagi yang berakad adalah mampu membelanjakan harta dan dalam hal ini memahami persoalan-persoalan yang berkaitan dengan gadai.
3.      Barnag yang dijafikan jaminan (borg), syaratnya benda yang dijadikan jaminan ialah keadaan barang itu tidak rusak sebelum janji hutang harus dibayar.
4.      Ada utang, disyaratkan keadaan hutang telah tetap.[20]
ü  Sharf
Sarf menurut arti kata adalah penambahan, penukaran, penghindaran, pemalingan, atau transaksi jual beli. Sedangkan menurut istilah adalah suatu akad jual beli mata uang (valuta) dengan valuta lainnya, baik dengan sesama mata uang yang sejenis atau mata uang lainnya.
Menurut definisi ulama sarf adalah memperjualbelikan uang dengan uang yang sejenis maupun tidak sejenis, seperti jual beli dinar dengan dinar, dinar dengan dirham atau dirham dengan dirham. Transaksi Sarf pada dunia perekonomian dewasa ini banyak dijumpai pada bank-bank devisa valuta asing atau money changer, misalnya jual beli rupiah dengan dolar Amerika Serikat (US$) atau mata uang lainnya.
Rukun Sharf
1.      Penjual (Bai’)
2.      Pembeli (Musytari’)
3.       Mata Uang Yang Diperjual Belikan (Sharf)
4.      Nilai Tukar (Si’Rus Sharf)
5.      Ijab Qabul (Sighat).
 Syarat Sharf
1.      Bukan untuk spekulasi (untung-untungan).
2.      Ada kebutuhan untuk transaksi atau berjaga-jaga (simpanan).
3.      Jika transaksi dengan mata uang sejenis, nilainya harus sama dan tunai.
4.      Jika bebeda jenis maka dilakukan dengan kurs yang berlaku pada saat itu dan tunai.

ü  Ujr
Ujr yaitu imbalan yang diberikan atau diminta atas suatu pekerjaan yang dilakukan. Akad ur diaplikasikan dalam produk-produk jasa keuangan bank syariah, seperti penyewaan safe deposit box, penggunaan ATM dan sebagainya. [21]
BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Pengertian akad secara  etimologi berarti perikatan perjanjian. Sedangkan secara terminolagi, pengertian akad adalah suatu perikatan yang ditetapkan dengan ijab qabul berdasarkan ketentuan syara’ yang menimbulkan akibat hukum terhadap objeknya.
Akad berasal dari bahasa Arab ‘aqoda artinya mengikat atau mengokohkan. Secara bahasa pengertiannya adalah ikatan, mengikat. Dikatakan ikatan (al-robath) maksudnya adalah menghimpun atau mengumpulkan dua ujung tali dan mengikatkan  salah satunya pada yang lainnya, hingga keduanya bersambung dan menjadi seperti seutas tali yang satu.
Macam-mcam jenis akad bank syariah :
1.      Akad pola titipan
Ø  Wadiah yad amanah
Ø  Wadiah yad dhamanah
2.      Akad pola pinjaman
Ø  Qard
Ø  Qardul hasan
3.      Akad pola bagi hasil
Ø  Musyarakah
Ø  Mudharabah
4.      Akad pola jual beli
Ø  Murabahah
Ø  Salam
Ø  Istisna’
5.      Akad pola sewa
Ø  Ijarah
Ø  Ijarah muntahiya bittamlik
6.      Akad pola lainnya
Ø  Wakalah
Ø  Kafalah
Ø  Hawalah
Ø  Rahn
Ø  Sharf
Ø  Ujr
















DAFTAR PUSTAKA
Burhanuddin Susanto, Hukum Perbankan Syariah di Indonesia, yogyakarta: UII
press 2008
Ascarya, Akad dan produk bank syariah, jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007
Suhendi, Hendi, fiqih muamlah, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2011
http:// tugaskuliah- syaifurrahman.blogspot.com /2012/10/mudharabah-dalam -
          bank-syariah.html
http://sithobil.wordpress.com /2012/01/16/ macam -macam- akad-dalam-akad-      
          lembaga- keuangan- syariah/
http://pa-tanahgrogot. net/utama/index. php?option=com_ content&view =   
          article&id=64:jenis-jenis-akad-perbankan-syariah&catid=5:artikel hukum   
          & Itemid =10



[2] Burhanuddin Susanto, Hukum Perbankan Syariah di Indonesia, (yogyakarta: UII press 2008) hal 224
[4] Prof. Dr. H. Hendi Suhendi, fiqih muamlah, ((jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2011) hal 51
[5] Ascarya, Akad dan produk bank syariah, (jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007) hal 42
[6] Ibid hal 183
[8] Ibid hal 127
[9] Ascarya, Akad dan produk bank syariah, (jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007) hal 50

[12] Ibid hal 73
[14] http://pa-tanahgrogot. net/utama/index. php?option=com_ content&view = article&id=64: jenis-jenis-akad-perbankan-syariah&catid =5:artikel-hukum&Itemid=10
[15] Ibid 118
[16] Ibid hal 237
[17] Ibid hal 193
[18] Ibid hal 237
[19] Ibid hal 101
[20] Ibid hal 107
[21] Ascarya, Akad dan produk bank syariah, (jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007) hal 110

3 komentar:

  1. Halo, ibu saya. Morris, sebuah perusahaan penjamin pinjaman pribadi. Kami dan mengkhususkan diri dalam memberikan pinjaman tahun lalu, pinjaman Natal, meminjam tahun baru bagi Anda untuk membayar setiap pinjaman koperasi bahwa Anda berada di saat kita meminjamkan kesempatan seumur hidup bagi Anda untuk membayar tagihan Anda dan utang pribadi dan Anda memiliki sebuah bisnis. pinjaman kepada individu dan perusahaan pada tingkat yang sangat rendah 2%. Jadi hubungi kami hari ini via email:
    (Morissceruloloanfirm@gmail.com). Datang dan mengalami perbedaan dalam layanan kami
        peminjam: Informasi
    Nama lengkap: _______________
    Negara: __________________
    Jenis kelamin: ______________________
    Umur: ______________________
    Diperlukan Jumlah Pinjaman: _______
    Jangka waktu pinjaman: ____________
    Pinjaman bunga: _____________
      Nomor telepon: ________
    morissceruloloanfirm@gmail.com
    ibu Morris

    BalasHapus
  2. selamat datang di dunia dari perusahaan pinjaman koperasi plc, kita terdaftar, aman dan bersertifikat pemerintah, perusahaan uang internasional Loan, Sebuah Layanan Personalized untuk Semua Kebutuhan Anda Keuangan, kami menyediakan pinjaman kepada individu, perusahaan, lembaga, organisasi bisnis) kami Penyedia pinjaman yang ditawarkan pada tingkat bunga yang sangat rendah 2%, kami menawarkan pinjaman pribadi, pinjaman konsolidasi utang, Venture Capital, pinjaman bisnis, pinjaman pendidikan, pinjaman rumah, dan pinjaman untuk alasan dan kebutuhan mendesak, kami memberikan pinjaman internasional untuk perusahaan dan individu, yang telah ditolak oleh bank dan lembaga keuangan lainnya? Apakah Anda memiliki tagihan yang belum dibayar? tidak khawatir lagi karena Anda hubungi kami hari ini, jangan ragu untuk menghubungi kami untuk informasi lebih lanjut, bagi orang-orang yang serius dan jujur ​​yang menghubungi kami pada email, morissceruloloanfirm@gmail.com kami dapat membantu Anda, kami menyediakan semua jenis pinjaman sebesar € 5.000 (lima ribu EURO) untuk € 500.000.000,00 (lima Ratus Juta EURO) sebesar 2%, kami juga meminjamkan di Amerika Serikat Dollar, PON DAN BANYAK berkat LEBIH untuk waktu Anda, Salam, CEO moriss CERULO

    HUBUNGI KAMI VIA EMAIL: morissceruloloanfirm@gmail.com

    BalasHapus