Kamis, 29 Mei 2014

Analisis Fatwa DSN tentang Al-IJARAH AL-MUNTAHIYAH BI AL-TAMLIK

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
      Manusia sebagai makhluk ciptaan Allah SWT tidak hanya diperintahkan untuk beribadah kepada Allah semata. Dalam pada itu, manusia juga diberikan tugas oleh Allah SWT untuk menjaga dan memelihara kesejahteraan hidupnya  di muka bumi. Tugas ini memang tidak mudah, namun Allah SWT telah membuat sebuah sistem yang berfungsi sebagai pedoman dan pengantur bagi manusia untuk memelihara kesejahteraan hidupnya di muka bumi. Sistem ini bernama agama Islam. 
      Agama Islam merupakan sebuah sistem yang mengatur kehidupan manusia dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah SWT. Sistem ini tidak hanya mengatur tentang hubungan manusia dengan Allah SWT, atau yang sering disebut hubungan vertikal. Namun, lebih dari itu agama islam sebagai sebuah sistem juga mengatur hubungan antar sesama manusia dan seluruh ciptaan Allah SWT, misalnya tumbuhan dan hewan.
      Dalam agama Islam, hubungan antar sesama manusia ( hubungan horizontal ) di bahas dalam ilmu fiqh, misalnya hubungan antara 2 pihak yang melakukan sewa-menyewa atau dalam ilmu fiqh muamalat disebut sebagai ijarah. Para ulama fiqh berbeda pendapat dalam mendefenisikan ijarah. Ulama Hanafiyah mendefinisikan ijarah sebagai suatu transaksi terhadap manfaat dengan imbalan. Sedangkan ulama Syafi’iyah mendefinisikannya ijarah sebagai suatu transaksi terhadap manfaat yang dituju, tertentu, bersifat mubah dan boleh dimanfaatkan dengan imbalan tertentu.
      Sejatinya, dalam akad Ijarah tidak ada pemindahan kepemilikan / transfer of title atas barang yang disewakan. Namun, jika pihak penyewa menginginkan adanya pemindahan kepemilikan atas barang tersebut, maka dapat dilakukan dengan opsi penjualan dan atau opsi hibah di akhir akad. Atas transaksi sewa yang ingin diakhiri dengan pemindahan kepemilikan, maka dalam khazanah fiqh muamalat kontemporer dikenal dengan istilah al-Ijarah al-Muntahiya bi al-Tamlik (IMBT).

BAB II
AL-IJARAH AL-MUNTAHIYAH BI AL-TAMLIK (IMBT)

A.    Defenisi  IMBT
IMBT adalah sebuah istilah modern yang tidak terdapat dikalangan fuqoha terdahulu. Istilah ini tersusun dari dua kata :
1.      Al-ijarah (sewa)
Ijârah dalam bahasa Arab berarti upah, sewa, jasa, atau imbalan. Secara etimoligi dapat berarti ba’i al-manfaah yang berarti jual-beli dan atau pemilikan atas manfaat.  

2.      At-Tamlik (kepemilikan)
Secara bahasa berarti menjadikan orang lain memiliki sesuatu. At-tamlik bisa berupa kepemilikan terhadap benda, kepemilikan terhadap manfaat, bisa dengan ganti atau tidak. Sebagaimana ungkapan dibawah ini :
a.       Jika kepemilikan terhadap sesuatu terjadi dengan adanya ganti maka ini adalah jual beli.
b.      Jika kepemilikan terhadap suatu manfaat dengan adanya ganti maka disebut persewaan.
c.       Jika kepemilikan terhadap sesuatu tanpa adanya ganti maka ini disebut hibah / hadiah.
d.      Adapun jika kepemilikan terhadap suatu manfaat tanpa adanya ganti maka disebut pinjaman.

Dari kedua definisi diatas maka dapat disimpulkan bahwa definisi IMBT adalah kepemilikan suatu manfaat/jasa berupa barang yang jelas dalam tempo waktu yang jelas dikuti dengan adanya pemberian kepemilikan suatu barang yang bersifat khusus dengan adanya ganti yang jelas.  IMBT adalah akad sewa menyewa antara pemilik objek sewa dan penyewa untuk mendapatkan imbalan atas objek sewa yang disewakannya dengan opsi perpindahan hak milik objek sewa pada saat tertentu sesuai dengan akad sewa.[1]

B.     Sejarah IMBT
IMBT adalah akad yang belum ada pada masa Rasulullah, Akad ini pertama didapatkan pada tahun 1846 masehi di Inggris, dan yang memulai bertransaksi dengan akad ini adalah seorang pedagang alat-alat musik di inggris, dia menyewakan alat musiknya yang diikuti dengan memberikan hak milik barang tersebut, dengan maksud adanya jaminan haknya itu. Setelah itu tersebarlah akad seperti ini dan pindah dari perindividu ke pabrik-pabrik, dan yang pertama kali menerapkannya adalah pabrik sanjar penyedia alat-alat jahit di inggris. Selanjutnya berkembang, dan tersebar akad ini dengan bentuk khusus di pabrik-pabrik besi yang membeli barang-barang yang sudah jadi, lalu menyewakannya Kemudian setelah itu tersebar akad semacam ini dan pindah ke Negara-negara dunia, hingga ke Amerika Serikat pada tahun 1953 masehi.Lalu tersebar dan pindah ke Negara Perancis pada tahun 1962 masehi.Terus tersebar dan pindah ke Negara-negara Islam dan Arab pada tahun 1397 hijriyah / 1976 Masehi.
Penggunaan akad ini semakin banyak digunakan pada masa sekarang ini sebagai salah satu pilihan akad yang dapat digunakan untuk melakukan pembiayaan yang berkenaan dengan sewa yang diakhiri dengan hak kepemilikan oleh nasabah.[2]



C.    Dasar Hukum 

1.      Firman Allah, QS. al-Zukhruf [43]: 32:

أَهُمْ یَقْسِمُوْنَ رَحْمَتَ رَبِّكَ، نَحْنُ قَسَمْنَا بَيْنَهُمْ مَعِيْشَتَهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا، وَرَفَعْنَا بَعْضَهُمْ فَوْقَ بَعْضٍ دَرَجَاتٍ لِيَتَّخِذَ بَعْضُهُمْ بَعْضًا سُخْرِیًّا، وَرَحْمَتُ رَبِّكَ خَيْرٌ مِمَّا یَجْمَعُوْنَ.
“Apakah mereka yang membagi-bagikan rahmat Tuhanmu? Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan sebagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar seba-gian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain. Dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.”

2.       Hadits Nabi riwayat ‘Abd ar-Razzaq dari Abu Hurairah dan Abu Sa’id al-Khudri, Nabi s.a.w. bersabda:

مَنِ اسْتَأْجَرَ أَجِيْرًا فَلْيُعْلِمْهُ أَجْرَهُ.
Barang siapa mempekerjakan pekerja, beritahukanlah upahnya”

3.      Hadits Nabi riwayat Ahmad, Abu Daud, dan Nasa’i dari Sa`d Ibn Abi Waqqash, dengan teks Abu Daud, ia berkata:

آُنَّا نُكْرِي اْ لأَرْضَ بِمَا عَلَى السَّوَاقِي مِنْ الزَّرْعِ وَمَا سَعِدَ بِالْمَاءِ مِنْهَا فَنَهَانَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ ذَلِكَ وَأَمَرَنَا أَنْ نُكْرِیَهَا بِذَهَبٍ أَوْ فِضَّةٍ.
“Kami pernah menyewakan tanah dengan (bayaran) hasil tanaman yang tumbuh pada parit dan tempat yang teraliri air; maka Rasulullah melarang kami melakukan hal tersebut dan memerintahkan agar kami menyewakan tanah itu dengan emas atau perak (uang).”

4.       Hadits Nabi riwayat Tirmizi dari 'Amr bin 'Auf al-Muzani, Nabi s.a.w. bersabda:

اَلصُّلْحُ جَائِزٌ بَيْنَ الْمُسْلِمِينَ إِلاَّ صُلْحًا حَرَّمَ حَلاَلاً أَوْ أَحَلَّ حَرَامًا وَالْمُسْلِمُونَ عَلَى شُرُوطِهِمْ إِلاَّ شَرْطًا حَرَّمَ حَلاَلاً أَوْأَحَلَّ حَرَامًا.
“Perjanjian boleh dilakukan di antara kaum muslimin kecuali perjanjian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram.”

5.      Hadits Nabi riwayat Ahmad dari Ibnu Mas’ud:

نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ صَفْقَتَيْنِ فِي صَفْقَةٍ وَاحِدَةٍ .
“Rasulullah melarang dua bentuk akad sekaligus dalam satu obyek.”

6.      Kaidah fiqh:

الأَصْلُ فِي الْمُعَامَلاَتِ اْلإِبَاحَةُ إِلاَّ أَنْ یَدُلَّ دَلِيْلٌ عَلَى تَحْرِیْمِهَا.
“Pada dasarnya, segala bentuk mu’amalat boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya.”



أَیْنَمَا وُجِدَتِ الْمَصْلَحَةُ فَثَمَّ حُكْمُ اللهِ.
“Di mana terdapat kemaslahatan, di sana terdapat hukum Allah." [3]

D.    Rukun IMBT
Sebagimana dijelaskan di atas bahwa transaksi IMBT merupakan pengembangan transaksi ijarah untuk mengakomodasi kebutuhan pasar.Oleh sebab itu, rukun dari IMBT adalah sama dengan rukun dari ijarah.Adapun rukun IMBT adalah sebagai berikut : 
1.      Orang yang berakad : Penyewa (Musta’jir) dan Pemberi Sewa (Mu’jir/Mu’ajjir)
2.      Sewa/imbalan : Harga Sewa (Ujrah)
3.      Manfaat Obyek Sewa (Ma’jur)
4.      Sighat (ijab dan kabul). 

E.     Syarat IMBT
Agar pelaksanaan IMBT sempurna, berikut beberapa syarat dari sahnya akad IMBT :[4]
1.      Syarat Pihak yang berakad : Cakap hukum ( Baligh & Berakal )
2.      Syarat Obyek yang disewakan :
a.       Manfaat barang dan atau jasa.
b.       Barang itu milik sah & sempurna dari mu’jir (milk al-tâm) atau Barang itu tidak terkait dengan hak orang lain.
c.       Objek harus bisa dinilai dan dikenali secara spesifik (fisik). Artinya manfaat barang jelas.
d.      Manfaat barang dan atau jasa tidak termasuk yang diharamkan / dilarang Bermanfaat.
e.       Manfaat Barang/jasa bisa langsung diserahkan atau digunakan selama jangka waktu tertentu yang disepakati. 

3.      Syarat Harga Sewa (Ujrah):
a.       Jelas disebutkan pada saat transaksi berupa uang, dirham, dinar dan lain sebagainya. Menurut Ulama Hanâfiyah pembayaran upah tidak boleh dalam bentuk manfaat yang serupa.  Seperti sewa rumah dengan ujroh penyewaan rumah. Namun dalam fatwa DSN no : 09/DSN-MUI/IV/2000 perihal Pembiayaan Ijârah bahwa Pembayaran sewa atau upah boleh berbentuk jasa (manfaat lain) dari jenis yang sama dengan obyek kontrak.
b.      Jelas disebutkan berapa jumlah Ujrah.

4.      Syarat Sighat :
a.       Harus jelas dan disebutkan secara  spesifik dengan siapa berakad.
b.      Antara ijab qabul (serah terima) harus selaras baik dengan keinginan untuk melakukan kontrak sewa; harga dan jangka waktu yang disepakati.
c.       Tidak mengandung klausul yang bersifat  menggantungkan keabsahan transaksi pada  hal / kejadian yang akan datang yang tidak sesuai dengan esensi dari ijarah. Misalnya, mu’jir menyewakan rumahnya kepada pihak lain dengan syarat ia menempati dulu selama 1 (satu) bulan baru kemudian ia sewakan kepada B. Esensi dari ijarah adalah memberikan hak atas manfaat barang pada salah satu pihak yang berakad. 

F.     Hubungan Antara Dasar Hukum dengan Ketentuan Pembolehan Fatwa
Berdasarkan dasar hukum tentang pembahasan masalah akad al- Ijarah al-Muntahiyah bi al-Tamlik yang di paparkan dalam fatwa DSN Nomor: 27/DSN-MUI/III/2002, terdapat enam dasar hukum yang digunakan dalam perumusan pembolehan pembolehan akad al- Ijarah al-Muntahiyah bi al-Tamlik pada lembaga keuangan syariah. Walaupun pada dasarnya ada salah satu hadits nabi yang melarang digunakannya dua akad pada satu objek. Akan tetapi, jika kita memperhatian kaidah fiqih yang menyebutkan bahwa “Di mana terdapat kemaslahatan, di sana terdapat hukum Allah." Berdasarkan kaidah fiqih tersebut dapat di ambil kesimpulan bahwa aqad akad al- Ijarah al-Muntahiyah bi al-Tamlik di perbolehkan sesuai dengan fatwa tersebut, akan tetapi dari pembolehan tersebut tetap di berikan beberapa ketentuan yang harus di perhatikan agar akad tersebut tidak bertentangan dengan kaidah-kaidah agama.
Multi akad dilarang apabila:
1.      Secara jelas dilarang dalam nash tentang multi akad.
2.      Multi akad yang digabungkan menimbulkan ketidakjelasan.

3.      Multi akad yang dapat membawa kepada hilah.

G.    Analisis Terhadap Praktek Akad al- Ijarah al-Muntahiyah bi al-Tamlik di Perbankan Syariah
Al- Ijarah al-Muntahiyah bi al-Tamlik (IMBT) pada dasarnya merupakan perpaduan antara ijarah dan jual beli. Dari sisi ijarah, perbedaan IMBT terletak pada opsi untuk membeli barang dimaksud pada akhir periode. Sedangkan dari sisi jual beli, perbedaan IMBT terletak pada adanya penggunaan manfaat barang dimaksud terlebih dahulu melalui akad ijarah (sewa), sebelum transaksi jual beli dilakukan.


H.    Analisis Akad Ijarah al- Ijarah al-Muntahiyah bi al-Tamlik Ditinjau dari Pendapat Para Ulama
Menurut Adimarwan:
Penggabungan akad terjadi bila semua dari ketiga komponen ini terpenuhi yaitu objek sama, pelaku sama dan jangka waktu sama. Ketentuan ini bersifat komulatif, artinya jika salah satu komponen tersebut tidak terpenuhi maka tidak terjadi penggabungan akad dan akad tersebut hukumya sah atau boleh dilaksanakan.

Pelaksanaan ini berdasarkan fatwa DSN No. 27/DSN-MUI/III/2002 dan Pasal 16 PBI Nomor: 7/46/PBI/2005 yang menyebutkan bahwa pelaksanaan pengalihan kepemilikan kepada penyewa hanya dapat dilakukan setelah akad ijarah dipenuhi.
Seiring dengan pendapat Dimyauddin Djuwani, bahwa akad IMBT bukanlah penggabungan dua akad. Namun, terdiri atas dua akad yang independen, yaitu akad sewa dan di akhir masa sewa dibentuk akad baru yang independen, yakni akad jual beli atau hibah.
Sedangkan  Menurut ulama Hanabillah, pihak  yang melakukan  transaksi
memiliki kebebasan penuh dalam menentukan kesepakatan dan syarat dalam sebuah akad, dan hukumnya adalah mubah (boleh) sepanjang tidak bertentangan dengan  syara’. Ulama Malikiyah menyatakan, akad ijarah bisa digabungkan dengan akad jual beli dalam satu transaksi, karena tidak ada hal yang menafikan substansi keduanya. Begitu pula ulama Syafi’iyah dan Hanabalah berdasarkan fatwa dari konferensi fiqh Internasional  pertama  di  Bait  at-Tamwil  al-Kuwaiti (7-11  Maret 1987)  yang mengakui keabsahan akad al-ijarah al-muntahiyah bit-tamlik yang diakhiri dengan akad hibah. Atau ketetapan ulama fiqh dunia No. 44 dalam sebuah konferensi di Kuwait (10-15 Desember 1988) yang menghadirkan alternatif solusi, yakni akad ini diganti dengan jual beli kredit, atau akad ijarah, dimana akhir perjanjian, penyewa diberi beberapa opsi, yaitu memperpanjang masa kontrak sewa, menyelesaikan akad dengan mengembalikan objek sewa, atau membeli objek sewa dengan harga yang berlaku di pasaran. Jika dikaitkan, akad IMBT merupakan bentuk opsi yang ketiga yaitu membeli objek sewa dengan harga yang berlaku dipasaran.[5]


BAB III
ANALISIS
Berdasarkan pemaparan di atas, kita dapat mengetahui bahwa sistem akad IMBT pada mulanya tidak berasal dari negara islam. Akan tetapi menurut beberapa literatur, sistem yang sekarang di digunakan yang bernama akad IMBT ini muncul dari Inggris. Karena sistem penyediaan barang yang berakhir dengan kepemilikan yang dalam sistem perbankan syariah disebut dengan IMBT ini membuat para ulama memikirkan bagaimana ketentuan yang sesuai dengan agama dalam prinsip penggunaan akad tersebut. Seperti yang dilakukan oleh Dewan Syariah Nasional yang mengeluarkan fatwa DSN No. 27/DSN-MUI/III/2002, bahkan telah di cantumkan juga pada peraturan Bank Indonesia Pasal 16 PBI Nomor: 7/46/PBI/2005.


BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Al- Ijarah al-Muntahiyah bi al-Tamlik adalah transaksi ijarah yang diikuti dengan proses perpindahan hak kepemilikan atas barang itu sendiri. Transaksi IMBT merupakan pengembangan transaksi ijarah untuk mengakomodasi kebutuhan pasar. Karena merupakan pengembangan dari transaksi ijarah, maka ketentuannya mengikuti ketentuan ijarah.
Pada akad Al- Ijarah al-Muntahiyah bi al-Tamlik, pelaksanaan pengalihan kepemilikan kepada penyewa hanya dapat dilakukan setelah akad ijarah dipenuhi.  Yang mana al- Ijarah al-Muntahiyah bi al-Tamlik ini memiliki rukun, yaitu:
1.       Orang yang berakad : Penyewa (Musta’jir) dan Pemberi Sewa (Mu’jir/Mu’ajjir)
2.       Sewa/imbalan : Harga Sewa (Ujrah)
3.       Manfaat Obyek Sewa (Ma’jur)
4.       Sighat (ijab dan kabul). 



DAFTAR PUSTAKA
Dzakkiyah Rusydatul Umam, dkk, Jurnal: Analisis Yuridis Akad Ijarah Muntahiya Bittamlik (IMBT) Dalam Perspektif Hukum Islam Dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor: 27/DSN-MUI/III/2002, tentang al- Ijarah al-Muntahiyah bi al-Tamlik.
Irham Anas, analisa Praktek Ijarah Muntahiya bi Tamlik, http://irham-anas.blogspot.com/2011/11/analisa-praktek-ijarah-muntahiya-bit.html
Hendra Kholid, Ijarah Muntahiyah bit Tamlik (IMBT), http://hendrakholid.net/blog/2009/11/22/ijarah-muntahiyah-bit-tamlik-imbt/
                                          




[1] Irham Anas, analisa Praktek Ijarah Muntahiyah bi Tamlik, http://irham-anas.blogspot.com/2011/11/analisa-praktek-ijarah-muntahiya-bit.html di akses 20 Mei 2014, Pukul 11:11 WITA.
[2] Hendra Kholid, Ijarah Muntahiyah bit Tamlik (IMBT), http://hendrakholid.net/blog/2009/11/22/ijarah-muntahiyah-bit-tamlik-imbt/ di akses 22 Mei 2014, Pukul 11:42 WITA.
[3] Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor: 27/DSN-MUI/III/2002, tentang al- Ijarah al-Muntahiyah bi al-Tamlik, h. 2.
[4] Irham Anas, analisa Praktek Ijarah Muntahiya bi Tamlik, http://irham-anas.blogspot.com/2011/11/analisa-praktek-ijarah-muntahiya-bit.html di akses 20 Mei 2014, Pukul 11:11 WITA, loc-cit.
[5] Dzakkiyah Rusydatul Umam, dkk, Jurnal: Analisis Yuridis Akad Ijarah Muntahiya Bittamlik (IMBT) Dalam Perspektif Hukum Islam Dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, h. 10.