BABI
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Zakat adalah rukun iman yang keempat setelah puasa
di bulan ramadhan. Zakat merupakan salah satu dari rukun iman yang wajib
dilaksanakan oleh setiap umat muslim. Karena dengan membayar zakat dapat
mensucikan dan membersihkan harta dan jiwa kita. Seperti dalam firman Allah SWT
dalam surat At-Taubah ayat 103 yang berbunyi: ” Ambillah zakat dari
sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka
dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketentraman
jiwa bagi mereka. Dan Allah maha mendengar lagi maha mengetahui.”
Zakat dapat disalurkan secara langsung dari pemberi
zakat (muzakki) kepada delapan asnaf yang berhak menerima zakat (mustahik).
Zakat juga dapat disalurkan melalui amil atau lembaga pengelola zakat. Lembaga
pengelola zakat ini bertugas untuk mengumpulkan, menjaga dan menyalurkan zakat.
Dapat kita ketahui bahwa zakat ini tidak dapat dipandang sebelah mata baik
dalam pengumpulannya maupun penyalurannya, oleh karena itu saya sebagai
pemakalah merasa tertarik untuk membahas tentang metode yang digunakan dalam
pengelolaan zakat ini, maka kami akan membahas yaitu tentang akuntnsi zakat
baik dari segi pencatatan dan yang lainnya.
BAB II
AKUNTANSI ZAKAT
A.
Pengertian
Akuntansi adalah seni pencatatan, penggolongan,
pengihtisaran, penafsiran dan pengkomunikasian dengan cara tertentu dan dalam
ukuran moneter, transaksi, dan kejadian-kejadian ekonomi dari suatu entitas
hukum atau sosial.[1]
Pengertian akuntansi dalam ilmu pengetahuan modern menegaskan bahwa
akuntansi dikhususkan untuk menentukan berbagai macam kebijakan, kemudian
menyampaikan informasi yang berkaitan dengan hasil aktivitas tersebut kepada
pihak yang berkepentingan untuk dipergunakan dalam pengambilan keputusan.[2]
Zakat
adalah sebagian harta yang wajib dikeluarkan oleh wajib zakat (Muzakki) untuk
diserahkan kepada penerima zakat (mustahiq). Pembayaran zakat dilakukan apabila
nisab dan haulnya terpenuhi dari harta yang memenuhi kriteria wajib zakat (PSAK
101 paragraf 71). Unsur dasar laporan sumber dan penggunaan dana zakat meliputi
sumber dana, penggunaan dana, penggunaan dana selama satu jangka waktu, serta
saldo dana zakat yang menunjukan dan azakat yang belum disalurkan pada tanggal
tertentu (paragraf 72). Dalam hal ini, dana zakat tidak diperkenankan untuk
menutup penyisihan kerugian aset produktif.[3]
Sumber hukum zakat :[4]
1.
Al-Qur’an
surah Al-Baqarah ayat 110
2.
Al-Hadits
“golongan yang tidak mengeluarkan zakat (di dunia) akan ditimpa
kelaparan dan kemarau panjang.” (HR. Tabrani)
Menurut Alnof, Akuntansi Zakat merupakan satu proses pengakuan (recognition)
kepemilikan dan pengukuran (measurement) nilai suatu kekayaan yang
dimiliki dan dikuasai oleh muzakki untuk tujuan penetapan, apakah harta
tersebut sudah mencapai nishab harta wajib zakat dan memenuhi segala
persyaratan dalam rangka penghitungan nilai zakat.
Dalam penerapannya, akuntansi zakat dana mencakup teknik penghitungan harta
wajib zakat yang meliputi pengumpulan, pengidentifikasian, penghitungan beban
kewajiban yang menjadi tanggungan muzakki dan penetapan nilai harta wajib zakat
serta penyalurannya kepada golongan yang berhak menerima zakat.
Menurut Fajar Laksana dalam AAS-IFI (Accounting & Auditing Standard
for Islamic Financial Institution) tujuan akuntansi zakat adalah menyajikan
informasi mengenai ketaatan organisasi terhadap ketentuan syariah Islam,
termasuk informasi mengenai penerimaan dan pengeluaran yang tidak diperbolehkan
oleh syariah, bila terjadi, serta bagaimana penyalurannya.
Dari beberapa penjelasan diatas, dapat disimpulkan akuntansi zakat adalah
proses penghitungan dan pengukuran harta wajib zakat, untuk menentukan jumlah
zakat yang harus dibayarkan oleh muzakki dari harta yang dimiliki. Kemudian
disalurkan kepada yang berhak menerima zakat (mustahiq) seperti yang telah
ditentukan oleh syariah Islam.[5]
Aturan Akuntasi Untuk Lembaga Pengelola Zakat Indonesia
Sampai dengan saat ini belum ada yang secara khusus membuat aturan akuntansi zakat, hal inilah salah satu penyebab kesulitan dalam melakukan standarisasi pencatatan dan pelaporan akuntansi zakat di Indonesia.
Sementara ini bentuk pencatatan dan pelaporan akuntansi zakat seringkali didasarkan kepada metoda akuntansi yang secara umum berlaku, yang kemudian di modifikasi dengan ketentuan syariah. Dan ketentuan syariah inilah yang menentukan terhadap perlakuan pencatatan dan pelaporan akuntansi zakat.[6]
Sampai dengan saat ini belum ada yang secara khusus membuat aturan akuntansi zakat, hal inilah salah satu penyebab kesulitan dalam melakukan standarisasi pencatatan dan pelaporan akuntansi zakat di Indonesia.
Sementara ini bentuk pencatatan dan pelaporan akuntansi zakat seringkali didasarkan kepada metoda akuntansi yang secara umum berlaku, yang kemudian di modifikasi dengan ketentuan syariah. Dan ketentuan syariah inilah yang menentukan terhadap perlakuan pencatatan dan pelaporan akuntansi zakat.[6]
B. Syarat dan Wajib Zakat
1. Syarat wajib zakat, antara lain:
a. Islam, berarti mereka yang beragama
Islam baik anak-anak atau sudah dewasa, berakal sehat atau tidak.
b. Merdeka, berarti bukan budak dan memiliki kebebasan untuk melakukan dan
menjalankan seluruh syariat Islam.
c. Memiliki satu nisab dari salah satu
jenis harta yang wajib dikenakan zakat dan cukup haul.
Zakat adalah kewajiban
bagi pihak yang memenuhi semua kriteria di atas, zakat adalah utang kepad Allah
SWT dan harus disegerakan pembayarannya, serta ketika membayar harus diniatkan
untuk menjalankan perintah Allah dan mengharapkan rida-nya.[7]
2. Syarat harta kekayaan yang wajib dizakatkan ayau objek zakat.
a. Halal
Halal tersebut harus
didapatkan dengan cara yang baik dan yang halal (sesuai dengan tuntunan
syariah).
b. Milik penuh
Artinya kepemilikan
disini berupa hak untuk penyimpanan, pemakaian, pengelolaan yang diberikan
Allah SWT kepada manusia, dan dilamnya tidak ada hak orang lain.
c. Berkembang
Menurut ahli fikih,
“harta yang berkembang” secara etimologiberarti “harta tersebut bertambah”,
tetapi menurut istilah bertambah itu terbagi menjadi dua yaitu bertambah secara
nyata dan bertambah secara tidak nyata.
d. Cukup nisab
Nisab yaitu jumlah
mminimal yang menyebabkan harta terkena
kewajiban zakat.
e. Cukup haul
Haul adalah jangka
waktu kepemilikan harta ditangan si pemilik sudah melampaui dua belas bulan
Qamariyah. Persyaratann setahun ini hanya untuk objek zakat berupa ternak,
uang, dan harta benda dagang.
f. Bebas dari utang
Dalam menghitung cukup
nisab, harta yang dikeluarkan zakatnya harus bersih dari hutang, karena ia
dituntutatau melunasi hutangnya tersebut.
g. Lebih dari kebutuhan pokok
Kebutuhan adalah
sesuatu yang betuk-betul diperukan untuk kelangsungan hidup secara rutin;
seperti kebutuhan sehari-hari.[8]
C. Jenis Zakat
Jenis zakat terbagi menjadi dua bagian, yaitu:[9]
1. Zakat jiwa/zakat fitrah
2. Zakat harta.
a. Perniagaan
b. Pertanian
c. Pertambangan
d. Hasil laut
e. Hasil ternak
f. Harta temuan
g. Emas dan perak
h. Hasil kerja (profesi)
D.
Sumber Dana Zakat di Bank Syariah
Sumber dana zakat di bank syariah terdiri atas:
1.
Zakat
dari dalam entitas bank syariah.
2.
Dana
zakat dari pihak luar entitas bank syariah (termasuk zakat dari nasabah)
E.
Penyaluran Dana Zakat
Penyaluran dana zakat dibatasi pada 8 golongan (asnaf) yang
sudah ditentukan oleh syariah:[10]
1.
Fakir
yaitu orang yang amat sengsara
hidupnya, tidak mempunyai harta dan tenaga untuk memenuhi penghidupannya.
2.
Miskin
yaitu orang yang tidak cukup
penghidupannya, dan dalam keadaan kekurangan.
3.
Amil
yaitu orang yang diberi tugas
untuk mengumpulkan dan membagikan zakat.
4.
Muallaf yaitu orang kafir yang ada harapan untuk masuk Islam dan orang yang baru
masuk Islam.
5.
Hamba
sahaya (riqab) yaitu untuk memerdekakan budak, mencakup juga untuk melepaskan orang muslim
yang ditawan oleh oarang-orang kafir.
6.
Ghorimin yaitu orang-orang yang terlilit utang karena untuk kepentingan yang bukan
maksiat dan tidak sanggup membayarnya.
7.
Orang
yang sedang barjihat (fisabililah) yaitu untuk keperluan pertahanan
dan kejayaan Islam dan kemaslahatan kaum muslimin.
8.
Ibnu
Sabil yaitu orang-orang yang sedang
dalam perjalanan bukan maksiat yang mengalami kesengsaraan dalam perjalanannya.
F. Batasan-batasan (Nishab) Zakat
Sebagai suatu kelebihan yang khas
dalam agama Islam, zakat dikeluarkan setelah mencapai batas minimal atas
kebutuhan yang dikeluarkan. Dengan kata lain, zakat dikeluarkan atas harta yang
dimiliki oleh seseorang. Harta dalam Islam dapat menggolongkan pemiliknya ke
dalam golongan orang-orang yang menurut pengertian zakat; manakala telah
memenuhi dua syarat, yaitu (Muhammad, 2002:134):[11]
1. Harta itu telah sampai kepada batas minimal yang diistilahkan dengan
nishab. Batas minimal ini diperkirakan untuk barang-barang komoditi seharga 20
dinar emas. Adapaun untuk hasil-hasil pertanian, jumhur fuqaha (kebanyakan ahli
hukum Islam) berpendapat bahwa setiap tetumbuhan bumi yang ada zakatnya, tidak
ada nizabnya yang tertentu.
2. Pemilik harta tetap memiliki senisab ini dalam masa satu tahun
penuh selebihnya dari kebutuhan-kebutuhannya yang asli seperti tempat tinggal,
makanan dan pakaian.
Dari ketentuan kewajiban pengeluaran zakat, maka dapat dirumuskan
batasan-batasan yang harus diikuti dalam menentukan standar akuntansi zakat.
Menurut Muhammad (2002:134) dalam Atiya (1984:210-211) dikatakan bahwa: [12]
1. Penilaian current exchange value (nilai tukar sekarang)
atau harga pasar. Kebanyakan para ahli fiqh mendukung bahwa harta perusahaan
pada saat menghitung zakat harus dinilai berdasarkan harga pasar.
2. Aturan
satu tahun. Untuk mengukur nilai asset, kalender bulan harus dipakai kecuali
untuk zakat pertanian. Asset ini harus
diberlakukan lebih satu tahun.
3. Aturan
mengenai independensi. Pengaturan ini berkaitan dengan standar yang diuraikan
di atas. Zakat yang dihitung tergantung pada kekayaan akhir tahun. Piutang
pendapatan yang bukan pendapatan tahun ini dan pendapatan yang dipindahkan ke
depan tidak termasuk.
4. Standar
realisasi. Kenaikan jumlah diakui pada tahun yang bersangkutan apakah transaksi
selesai atau belum. Dalam hal ini, piutang (transaksi kecil) harus dimasukkan
dalam perhitungan zakat.
5. Yang
dikenakan zakat. Nisab (batas jumlah) harus dihitung menurut ketentuan
(hadist), sehingga orang yang tidak cukup dari nisabnya maka tidak berkewajiban
di tagih.
6. Net total (gross) memerlukan net
income. Setelah satu tahun penuh, biaya, utang, dan penggunaan
keluarga harus dikurangkan dari income yang akan dikenakan
zakat.
7. Kekayaan dari aset. Setiap muslim yang memiliki harta atau kekayaan dalam
batas waktu tertentu akan dihitung kekayaannya untuk dikenai zakat.
G. Beberapa Pemahaman Akuntansi Zakat
Ada beberapa
pemahaman/istilah tentang zakat yang wajib diketahui adalah sebagai berikut: [13]
1.
Al-Maujudat
Al-Zakawiyah: yang dimaksud
dengan al-maujudat al-zakawiyah adalah jenis harta yang
memenuhi syarat untuk tunduk kepada zakat sesuai dengan macam dan enis harta.
2.
Tanggungan dan tuntutan
yang harus dilunasi, yaitu tuntutan-tuntutan yang harus dipenuhi dari harta
yang tunduk kepada zakat yang mengurangi jumlah harta wajib zakat, sehingga
harta yang tunduk kepada zakat merupakan harta yang dimiliki oleh muzakai
secara sempurna, tidak ad tanggungan hutang yang harus dilunasi.
3.
Wi’a al-zakat (tempat zakat): yaitu harta bersih yabg harus dikeluarkan zakatnya,
wi’a zakat ini diperoleh dari jenis harta wajib dizakati dikurangi tanggungan
dan tututan yang harus dibayar.
4.
Nisab zakat: kadar jumlah harta yang mana ika wi’a zakat (harta wajib zakat setelah
dikurangi semua tuntutan yang harus dibayar) sampai kepada jumlah tersebut,
maka harta tersebut tuduk kepada zakat, sebaliknya jika kurang dari jumlah
tersebut maka tidak wajib dikeluarkan zakatnya.
5.
Harga zakat: nisbah prosentase harta yang dikhususkan untuk zakat. Harga zakat ini
berbeda antara zakat satu dengan zakat lainnya.
6.
Jumlah zakat: jumlah
harta yang dihitung sebagai zakat dengan cara mengalikan tempat zakat ketika memenuhi nasab dengan harga zakat.
H. Asas-asas Penghitungan Zakat
Penghitungan zakat
tunduk ke beberapa asas yang diambil dari hukum dan dasar-dasar fiqih yaitu: [14]
1. Asas tahunan: zakat harta dihitung ketika telah melewati dua belas bulan
hijtiyah. Tahun zakat dimulai ketika harta tersebut mencapai niasab, selain
zakat harta pertanian yang dihitung zakatnya pada waktu panen dan jakat rikaz
yang wajib dikeluarkan zakatnya pada waktu menemukannya.
2. Asas independensi tahun zakat: setiap tahun zakat independen dari
tahun-tahun zakat lainnya (tahun sebelum dan sesudahnya), tidak boleh
mewajibkan dua zakat atas satu jenis harta dalam tahun yang sama, sebagimana
satu jenis harta tidak boleh tunduk kepada zakat dua kali dalam setahun.
3. Asas terealisasinya perkembangan dalam harta yang tunduk kepada zakat baik
secara riil maupun prediksi dan maknawi, artinya harta yang tunduk kepada zakat
haruslah harta yang berkembang seperti harta perdagangan dan binatang ternak
atau harta tersebut dihukumi sebagai harta berkembang seperti harta tunai yang
tidak diinvestasikan, yang mana ika harta tersebut diinvestasikan akan
berkembang.
4. Asas penghitungan zakat atas semua harta (Jumlah kotor) atau atas jumlah
bersih harta sesuai dengan jenis zakat. Misalnya zakat harta tunai dihitung
atas semua harta dan perkembangannya sedang zakat harta mustaghalat (harta yang diliki untuk mendapat
pemasukan) dan zakat gaji dihitung atas jumlah bersih harta setelah dikurangi
pembiayaan yang harus dikeluarkan.
5. Asas penghitungan nialai harta zakat berdasarkan nilai (harga) pasar yang
berlaku pada waktu pembayaran zakat. Misalnya harta perdagangan dihitung
nilainya berdasarkan harga grosir (partai) dipasar dan zakat piutang dihitung
berdasarkan nilai/umlah yang diharapkan pelunasannya.
6. Asas penggabungan harta-harta yang sejenis yang sam haul, nisab dan harga
zakatnya; seperti barang perdagangan digabungkan dengan harta tunai, simpanan
gaji dan pemberian.
7. Asas pengurangan harta yang wajib dizakati oleh tuntutan dan kewajiban
jangka pendek (kontan), sedang kewajiban jangka panjang yang mengurani harta
zakat adalah bagian yang harus dibayar pada tahun itu.
I.
Akuntansi Dana Zakat
Pada laporan keuangan tahun 20XA, saldo dana Zakat
Bank Syariah Peduli (BSP) adalah sebesar Rp 15.000.000. Berikut adalah
transaksi yang terkait dengan dana Zakat pada BSP selama tahun 20XB.[15]
Ø 15 Jan 20XB diterima zakat dari Bu. Ietje secara
tunai Rp 3.000.000
Ø 13 Mar 20XB diterima zakat dari Bu. Barbara secara tunai
sebesar Rp 12.000.000
Ø 17 Mar 20XB disalurkan tunai dana zakat kepada masyarakat
miskin sebesar Rp 12.000.000
Ø 1 April 20XB diterima zakat perniagaan Bank Syariah Peduli tahun 20XB Rp
50.000.000
Ø 2 Mei 20XB diterima via rekening tabungan, zakat dari Bu
Erni sebesar Rp 10.000.000
Ø 7 Mei 20XB disalurkan dana zakat kepada ustad yang
berdakwah di pedalaman pulau Kalimantan sebesar Rp 10.500.000
Ø 16 Agus 20XB diterima dana zakat penghasilan dari Bu Widyas, nasabah Giro
Rp 20.000.000 via rekening nasabah
Ø 25 Sept 20XB disalurkan tunai dana zakat kepada orang
miskin Rp 65.000.000
Ø 30 Nov 20XB disalurkan tunai dana zakat kepada mualaf
sebesar Rp 2.000.000
Ø 15 Des 20XB disalurkan tunai dana zakat kepada
ibnu sabil sebesar Rp 500.000
Ø 27 Des 20XB ditransfer honor amil sebesar Rp 500.000 ke tabungan Bpk Misbah petugas penyaluran bantuan dana ZIS.
Jurnal transaksi diatas sbb:
Tanggal
|
Rekening
|
Debit
(Rp)
|
Kredit
(Rp)
|
15 Jan 20XB
|
Dana Zakat
Kas
|
3.000.000
|
3.000.000
|
13 Mar 20XB
|
Dana Zakat
Kas
|
12.000.000
|
12.000.000
|
17 Mar 20XB
|
Kas
Dana Zakat
|
12.000.000
|
12.000.000
|
1 April 20XB
|
Zakat bank syariah
Dana Zakat
|
50.000.000
|
50.000.000
|
2 Mei 20XB
|
Rekening tabungan nasabah
Dana Zakat
|
10.000.000
|
10.000.000
|
7 Mei 20XB
|
Dana Zakat
Kas
|
10.500.000
|
10.500.000
|
16 Agus 20XB
|
Rekening giro nasabah
Dana Zakat
|
20.000.000
|
20.000.000
|
25 Sept 20XB
|
Dana Zakat
Kas
|
65.000.000
|
65.000.000
|
30 Nov 20XB
|
Dana Zakat
Kas
|
2.000.000
|
2.000.000
|
15 Des 20XB
|
Dana Zakat
Kas
|
500.000
|
500.000
|
15 Des 20XB
|
Dana Zakat
Rekening tabungan-bpk misbah
|
500.000
|
500.000
|
Laporan Dana
Zakat
Bank
syariah peduli
laporan
sumber dan pengguna zakat
periode
01 jan s/d 31 des 20X2 dan 20X1
Keterangan
|
Tahun 20X2
(Rp)
|
20X1
(Rp)
|
Sumber
dana zakat
|
||
a. Zakat dari bank
|
50.000.000
|
35.000.000
|
b. Zakat dari pihak luar bank
|
45.000.000
|
45.000.000
|
Total sumber dana
|
95.000.000
|
80.000.000
|
Pengguna dana zakat
|
||
a. Fakir
|
(0)
|
(0)
|
b. Miskin
|
(77.000.000)
|
(48.000.000)
|
c. Amil
|
(500.000)
|
(500.000)
|
d. Muallaf
|
(2.000.000)
|
(4.000.000)
|
e. Ghorim
|
(0)
|
(0)
|
f. Riqob
|
(0)
|
(0)
|
g. Fisabillilah
|
(10.500.000)
|
(1.500.000)
|
h. ibnu sabil
|
(500.000)
|
(30.000.000)
|
Total pengguna
|
(90.500.000)
|
(84.000.000)
|
Kenaikan(penurunan) sumber atas pengguna
|
4.500.000
|
(4.000.000)
|
Sumber dana zakat pada awal tahun
|
1.500.000
|
19.000.000
|
Sumber dana zakat pada akhir tahun
|
19.500.000
|
1.500.000
|
J. Hal-Hal
Yang Perlu Diperhatikan
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam membuat laporan akuntansi
zakat adalah :[16]
1.
Setiap
penerimaan dan pengeluaran harus di ketahui termasuk jenis dana apa.
2.
Setiap
penyaluran dana yang ada harus sesuai dengan ketentuan Syari’ah.
3.
Setiap
jenis dana yang ada harus dapat di ketahui saldonya.
4.
Jika
zakat di terima dalam bentuk barang maka prinsip akutansi menghendaki barang
tersebut di nilai dalam satuan moneter (dalam rupiah), sesuai dengan nilai
pasarnya (jika di ketahui) atau nilai taksirannya.
5.
Aktiva
tetap yang dimiliki boleh disusutkan ataupun tidak
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Membayar zakat adalah salah satu kewajiban dari orang yang beragama
islam karena telah jelas terdapat di rukun Islam, oleh karena itu dana zakat
harus dikelola dengan baik ddan benar agar sesuai dengan syariat Islam, yang
dimakasud syariat islam yaitu dana zakat di sini harus diberikan kepada yang
berhak menerima zakat tersebut dan penerima tersebut telah dijelaskan pada isi
dari makalah diatas.
Mengenai masalah akuntansi zakat, sebenarnya Aturan Akuntasi Untuk
Lembaga Pengelola Zakat Indonesia Sampai dengan saat ini belum ada yang secara
khusus membuat aturan akuntansi zakat, hal inilah salah satu penyebab kesulitan
dalam melakukan standarisasi pencatatan dan pelaporan akuntansi zakat di
Indonesia. Sementara ini bentuk pencatatan dan pelaporan akuntansi zakat
seringkali didasarkan kepada metoda akuntansi yang secara umum berlaku, yang
kemudian di modifikasi dengan ketentuan syariah. Dan ketentuan syariah inilah
yang menentukan terhadap perlakuan pencatatan dan pelaporan akuntansi zakat.
Karena hal tersebuat, ruang lingkup akuntansi zakat sebenarnya
hanya untuk amil zakat yang menerima dan menyalurkan zakat, atau organisasi
pengelola zakat yang pembentukannya dimaksud untuk mengumpulakn zakat.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
M.
Arif Mufraini, Akuntansi dan Manajemen Zakat, Jakarta, Kencana Prenada
Media grouf, 2006.
Rizal
Yaya., dkk, Akuntansi Perbankan Syariah: Teori dan Praktik Kontemporer, Jakarta,
Salemba Empat, 2012.
Sri
Nurhayati, Wasiah, Akuntansi Syariah di Indonesia, Jakarta,Salemba Empat, 2009.
Internet
Alfa,
Akuntansi Zakat, http://opans.blogspot.com/2009/12/akuntansi-zakat.html Diakses 20 Desember 2013 Pukul
15:50 WITA.
http://www.untukku.com/berita-untukku/berita-ekonomi-dan-keuangan-untukku/dasar-dasar-akuntansi-zakat-untukku.html, Diakses 20 Desember 2013 Pukul
15:50 WITA.
Tifa
Fauziah, zakat dan laporan keuangan,
http://akuntansi-islam-indonesia.blogspot.com/ Diakses 20 Desember 2013 Pukul
15:50 WITA.
[1] Alfa, Akuntansi
Zakat, http://opans.blogspot.com/2009/12/akuntansi-zakat.html Diakses 20 Desember 2013 Pukul 15:50 WITA.
[2] M. Arif
Mufraini, Akuntansi dan Manajemen Zakat, (Jakarta, Kencana Prenada Media
grouf, 2006), h. 27.
[3] Rizal Yaya.,
dkk, Akuntansi Perbankan Syariah: Teori dan Praktik Kontemporer, (Jakarta,
Salemba Empat, 2012), h. 318.
[4] Sri Nurhayati,
Wasiah, Akuntansi Syariah di Indonesia, (Jakarta,Salemba Empat, 2009), h. 271.
[5] Tifa Fauziah, zakat
dan laporan keuangan, http://akuntansi-islam-indonesia.blogspot.com/ Diakses 20 Desember 2013 Pukul 15:50 WITA.
[7] Sri Nurhayati,
Wasiah, Akuntansi Syariah di Indonesia, (Jakarta,Salemba Empat, 2009), op-cit,
h. 272.
[8] Ibid.,
h. 272-274.
[9] Ibid., h.
274-275.
[10] Rizal Yaya.,
dkk, Akuntansi Perbankan Syariah: Teori dan Praktik Kontemporer, (Jakarta,
Salemba Empat, 2012), op-cit, h. 318.
[11] Tifa Fauziah, zakat
dan laporan keuangan, http://akuntansi-islam-indonesia.blogspot.com/, loc-cit.
[12] Ibid.
[13] http://www.untukku.com/berita-untukku/berita-ekonomi-dan-keuangan-untukku/dasar-dasar-akuntansi-zakat-untukku.html, Diakses 20 Desember 2013 Pukul
15:50 WITA.
[14] Ibid.
[15] Rizal Yaya.,
dkk, Akuntansi Perbankan Syariah: Teori dan Praktik Kontemporer, (Jakarta,
Salemba Empat, 2012), op-cit,
h.319
Tidak ada komentar:
Posting Komentar