Selasa, 07 Januari 2014

Akuntansi Zakat

BABI
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Zakat adalah rukun iman yang keempat setelah puasa di bulan ramadhan. Zakat merupakan salah satu dari rukun iman yang wajib dilaksanakan oleh setiap umat muslim. Karena dengan membayar zakat dapat mensucikan dan membersihkan harta dan jiwa kita. Seperti dalam firman Allah SWT dalam surat At-Taubah ayat 103 yang berbunyi: ” Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketentraman jiwa bagi mereka. Dan Allah maha mendengar lagi maha mengetahui.”
Zakat dapat disalurkan secara langsung dari pemberi zakat (muzakki) kepada delapan asnaf yang berhak menerima zakat (mustahik). Zakat juga dapat disalurkan melalui amil atau lembaga pengelola zakat. Lembaga pengelola zakat ini bertugas untuk mengumpulkan, menjaga dan menyalurkan zakat.
Dapat kita ketahui bahwa zakat ini tidak dapat dipandang sebelah mata baik dalam pengumpulannya maupun penyalurannya, oleh karena itu saya sebagai pemakalah merasa tertarik untuk membahas tentang metode yang digunakan dalam pengelolaan zakat ini, maka kami akan membahas yaitu tentang akuntnsi zakat baik dari segi pencatatan dan yang lainnya.


BAB II
AKUNTANSI ZAKAT
A.    Pengertian
Akuntansi adalah seni pencatatan, penggolongan, pengihtisaran, penafsiran dan pengkomunikasian dengan cara tertentu dan dalam ukuran moneter, transaksi, dan kejadian-kejadian ekonomi dari suatu entitas hukum atau sosial.[1]
Pengertian akuntansi dalam ilmu pengetahuan modern menegaskan bahwa akuntansi dikhususkan untuk menentukan berbagai macam kebijakan, kemudian menyampaikan informasi yang berkaitan dengan hasil aktivitas tersebut kepada pihak yang berkepentingan untuk dipergunakan dalam pengambilan keputusan.[2]
Zakat adalah sebagian harta yang wajib dikeluarkan oleh wajib zakat (Muzakki) untuk diserahkan kepada penerima zakat (mustahiq). Pembayaran zakat dilakukan apabila nisab dan haulnya terpenuhi dari harta yang memenuhi kriteria wajib zakat (PSAK 101 paragraf 71). Unsur dasar laporan sumber dan penggunaan dana zakat meliputi sumber dana, penggunaan dana, penggunaan dana selama satu jangka waktu, serta saldo dana zakat yang menunjukan dan azakat yang belum disalurkan pada tanggal tertentu (paragraf 72). Dalam hal ini, dana zakat tidak diperkenankan untuk menutup penyisihan kerugian aset produktif.[3]


Sumber hukum zakat :[4]
1.      Al-Qur’an surah Al-Baqarah ayat 110
2.      Al-Hadits
golongan yang tidak mengeluarkan zakat (di dunia) akan ditimpa kelaparan dan kemarau panjang.” (HR. Tabrani)
Menurut Alnof, Akuntansi Zakat merupakan satu proses pengakuan (recognition) kepemilikan dan pengukuran (measurement) nilai suatu kekayaan yang dimiliki dan dikuasai oleh muzakki untuk tujuan penetapan, apakah harta tersebut sudah mencapai nishab harta wajib zakat dan memenuhi segala persyaratan dalam rangka penghitungan nilai zakat.
Dalam penerapannya, akuntansi zakat dana mencakup teknik penghitungan harta wajib zakat yang meliputi pengumpulan, pengidentifikasian, penghitungan beban kewajiban yang menjadi tanggungan muzakki dan penetapan nilai harta wajib zakat serta penyalurannya kepada golongan yang berhak menerima zakat.
Menurut Fajar Laksana dalam AAS-IFI (Accounting & Auditing Standard for Islamic Financial Institution) tujuan akuntansi zakat adalah menyajikan informasi mengenai ketaatan organisasi terhadap ketentuan syariah Islam, termasuk informasi mengenai penerimaan dan pengeluaran yang tidak diperbolehkan oleh syariah, bila terjadi, serta bagaimana penyalurannya.
Dari beberapa penjelasan diatas, dapat disimpulkan akuntansi zakat adalah proses penghitungan dan pengukuran harta wajib zakat, untuk menentukan jumlah zakat yang harus dibayarkan oleh muzakki dari harta yang dimiliki. Kemudian disalurkan kepada yang berhak menerima zakat (mustahiq) seperti yang telah ditentukan oleh syariah Islam.[5]
Aturan Akuntasi Untuk Lembaga Pengelola Zakat Indonesia
Sampai dengan saat ini belum ada yang secara khusus membuat aturan akuntansi zakat, hal inilah salah satu penyebab kesulitan dalam melakukan standarisasi pencatatan dan pelaporan akuntansi zakat di Indonesia.
Sementara ini bentuk pencatatan dan pelaporan akuntansi zakat seringkali didasarkan kepada metoda akuntansi yang secara umum berlaku, yang kemudian di modifikasi dengan ketentuan syariah. Dan ketentuan syariah inilah yang menentukan terhadap perlakuan pencatatan dan pelaporan akuntansi zakat.[6]

B.     Syarat dan Wajib Zakat
1.      Syarat wajib zakat, antara lain:
a.       Islam,  berarti mereka yang beragama Islam baik anak-anak atau sudah dewasa, berakal sehat atau tidak.
b.      Merdeka, berarti bukan budak dan memiliki kebebasan untuk melakukan dan menjalankan seluruh syariat Islam.
c.         Memiliki satu nisab dari salah satu jenis harta yang wajib dikenakan zakat dan cukup haul.
Zakat adalah kewajiban bagi pihak yang memenuhi semua kriteria di atas, zakat adalah utang kepad Allah SWT dan harus disegerakan pembayarannya, serta ketika membayar harus diniatkan untuk menjalankan perintah Allah dan mengharapkan rida-nya.[7]
2.      Syarat harta kekayaan yang wajib dizakatkan ayau objek zakat.
a.       Halal
Halal tersebut harus didapatkan dengan cara yang baik dan yang halal (sesuai dengan tuntunan syariah).
b.      Milik penuh
Artinya kepemilikan disini berupa hak untuk penyimpanan, pemakaian, pengelolaan yang diberikan Allah SWT kepada manusia, dan dilamnya tidak ada hak orang lain.

c.       Berkembang
Menurut ahli fikih, “harta yang berkembang” secara etimologiberarti “harta tersebut bertambah”, tetapi menurut istilah bertambah itu terbagi menjadi dua yaitu bertambah secara nyata dan bertambah secara tidak nyata.
d.      Cukup nisab
Nisab yaitu jumlah mminimal yang  menyebabkan harta terkena kewajiban zakat.
e.       Cukup haul
Haul adalah jangka waktu kepemilikan harta ditangan si pemilik sudah melampaui dua belas bulan Qamariyah. Persyaratann setahun ini hanya untuk objek zakat berupa ternak, uang, dan harta benda dagang.
f.       Bebas dari utang
Dalam menghitung cukup nisab, harta yang dikeluarkan zakatnya harus bersih dari hutang, karena ia dituntutatau melunasi hutangnya tersebut.
g.      Lebih dari kebutuhan pokok
Kebutuhan adalah sesuatu yang betuk-betul diperukan untuk kelangsungan hidup secara rutin; seperti kebutuhan sehari-hari.[8]

C.    Jenis Zakat
Jenis zakat terbagi menjadi dua bagian, yaitu:[9]
1.      Zakat jiwa/zakat fitrah
2.      Zakat harta.
a.       Perniagaan
b.      Pertanian
c.       Pertambangan
d.      Hasil laut
e.       Hasil ternak
f.       Harta temuan
g.      Emas dan perak
h.      Hasil kerja (profesi)

D.    Sumber Dana Zakat di Bank Syariah
Sumber dana zakat di bank syariah terdiri atas:
1.      Zakat dari dalam entitas bank syariah.
2.      Dana zakat dari pihak luar entitas bank syariah (termasuk zakat dari nasabah)

E.     Penyaluran Dana Zakat
Penyaluran dana zakat dibatasi pada 8 golongan (asnaf) yang sudah ditentukan oleh syariah:[10]
1.      Fakir yaitu orang yang amat sengsara hidupnya, tidak mempunyai harta dan tenaga untuk memenuhi penghidupannya.
2.      Miskin yaitu orang yang tidak cukup penghidupannya, dan dalam keadaan kekurangan.
3.      Amil yaitu orang yang diberi tugas untuk mengumpulkan dan membagikan zakat.
4.      Muallaf yaitu orang kafir yang ada harapan untuk masuk Islam dan orang yang baru masuk Islam.
5.      Hamba sahaya (riqab) yaitu untuk memerdekakan budak, mencakup juga untuk melepaskan orang muslim yang ditawan oleh oarang-orang kafir.
6.      Ghorimin yaitu orang-orang yang terlilit utang karena untuk kepentingan yang bukan maksiat dan tidak sanggup membayarnya.
7.      Orang yang sedang barjihat (fisabililah) yaitu untuk keperluan pertahanan dan kejayaan Islam dan kemaslahatan kaum muslimin.
8.      Ibnu Sabil yaitu orang-orang yang sedang dalam perjalanan bukan maksiat yang mengalami kesengsaraan dalam perjalanannya.

F.     Batasan-batasan (Nishab) Zakat
Sebagai suatu kelebihan yang khas dalam agama Islam, zakat dikeluarkan setelah mencapai batas minimal atas kebutuhan yang dikeluarkan. Dengan kata lain, zakat dikeluarkan atas harta yang dimiliki oleh seseorang. Harta dalam Islam dapat menggolongkan pemiliknya ke dalam golongan orang-orang yang menurut pengertian zakat; manakala telah memenuhi dua syarat, yaitu (Muhammad, 2002:134):[11]
1.      Harta itu telah sampai kepada batas minimal yang diistilahkan dengan nishab. Batas minimal ini diperkirakan untuk barang-barang komoditi seharga 20 dinar emas. Adapaun untuk hasil-hasil pertanian, jumhur fuqaha (kebanyakan ahli hukum Islam) berpendapat bahwa setiap tetumbuhan bumi yang ada zakatnya, tidak ada nizabnya yang tertentu.
2.      Pemilik harta tetap memiliki senisab ini dalam masa  satu tahun penuh selebihnya dari kebutuhan-kebutuhannya yang asli seperti tempat tinggal, makanan dan pakaian.

Dari ketentuan kewajiban pengeluaran zakat, maka dapat dirumuskan batasan-batasan yang harus diikuti dalam menentukan standar akuntansi zakat. Menurut Muhammad (2002:134) dalam Atiya (1984:210-211) dikatakan bahwa: [12]
1.      Penilaian current exchange value (nilai tukar sekarang) atau harga pasar. Kebanyakan para ahli fiqh mendukung bahwa harta perusahaan pada saat menghitung zakat harus dinilai berdasarkan harga pasar.
2.      Aturan satu tahun. Untuk mengukur nilai asset, kalender bulan harus dipakai kecuali untuk zakat pertanian. Asset ini harus diberlakukan lebih satu tahun.
3.      Aturan mengenai independensi. Pengaturan ini berkaitan dengan standar yang diuraikan di atas. Zakat yang dihitung tergantung pada kekayaan akhir tahun. Piutang pendapatan yang bukan pendapatan tahun ini dan pendapatan yang dipindahkan ke depan tidak termasuk.
4.      Standar realisasi. Kenaikan jumlah diakui pada tahun yang bersangkutan apakah transaksi selesai atau belum. Dalam hal ini, piutang (transaksi kecil) harus dimasukkan dalam perhitungan zakat.
5.      Yang dikenakan zakat. Nisab (batas jumlah) harus dihitung menurut ketentuan (hadist), sehingga orang yang tidak cukup dari nisabnya maka tidak berkewajiban di tagih.
6.      Net total (gross) memerlukan net income. Setelah satu tahun penuh, biaya, utang, dan penggunaan keluarga harus dikurangkan dari income yang akan dikenakan zakat.
7.      Kekayaan dari aset. Setiap muslim yang memiliki harta atau kekayaan dalam batas waktu tertentu akan dihitung kekayaannya untuk dikenai zakat.

G.    Beberapa Pemahaman Akuntansi Zakat
Ada beberapa pemahaman/istilah tentang zakat yang wajib diketahui adalah sebagai berikut: [13]
1.      Al-Maujudat Al-Zakawiyah: yang dimaksud dengan al-maujudat al-zakawiyah adalah jenis harta yang memenuhi syarat untuk tunduk kepada zakat sesuai dengan macam dan enis harta.
2.      Tanggungan dan tuntutan yang harus dilunasi, yaitu tuntutan-tuntutan yang harus dipenuhi dari harta yang tunduk kepada zakat yang mengurangi jumlah harta wajib zakat, sehingga harta yang tunduk kepada zakat merupakan harta yang dimiliki oleh muzakai secara sempurna, tidak ad tanggungan hutang yang harus dilunasi.
3.      Wi’a al-zakat (tempat zakat): yaitu harta bersih yabg harus dikeluarkan zakatnya, wi’a zakat ini diperoleh dari jenis harta wajib dizakati dikurangi tanggungan dan tututan yang harus dibayar.
4.      Nisab zakat: kadar jumlah harta yang mana ika wi’a zakat (harta wajib zakat setelah dikurangi semua tuntutan yang harus dibayar) sampai kepada jumlah tersebut, maka harta tersebut tuduk kepada zakat, sebaliknya jika kurang dari jumlah tersebut maka tidak wajib dikeluarkan zakatnya.
5.      Harga zakat: nisbah prosentase harta yang dikhususkan untuk zakat. Harga zakat ini berbeda antara zakat satu dengan zakat lainnya.
6.      Jumlah zakat: jumlah harta yang dihitung sebagai zakat dengan cara mengalikan tempat zakat  ketika memenuhi nasab dengan harga zakat.

H.    Asas-asas Penghitungan Zakat
Penghitungan zakat tunduk ke beberapa asas yang diambil dari hukum dan dasar-dasar fiqih yaitu: [14]
1.      Asas tahunan: zakat harta dihitung ketika telah melewati dua belas bulan hijtiyah. Tahun zakat dimulai ketika harta tersebut mencapai niasab, selain zakat harta pertanian yang dihitung zakatnya pada waktu panen dan jakat rikaz yang wajib dikeluarkan zakatnya pada waktu menemukannya.
2.      Asas independensi tahun zakat: setiap tahun zakat independen dari tahun-tahun zakat lainnya (tahun sebelum dan sesudahnya), tidak boleh mewajibkan dua zakat atas satu jenis harta dalam tahun yang sama, sebagimana satu jenis harta tidak boleh tunduk kepada zakat dua kali dalam setahun.
3.      Asas terealisasinya perkembangan dalam harta yang tunduk kepada zakat baik secara riil maupun prediksi dan maknawi, artinya harta yang tunduk kepada zakat haruslah harta yang berkembang seperti harta perdagangan dan binatang ternak atau harta tersebut dihukumi sebagai harta berkembang seperti harta tunai yang tidak diinvestasikan, yang mana ika harta tersebut diinvestasikan akan berkembang.
4.      Asas penghitungan zakat atas semua harta (Jumlah kotor) atau atas jumlah bersih harta sesuai dengan jenis zakat. Misalnya zakat harta tunai dihitung atas semua harta dan perkembangannya sedang zakat harta mustaghalat (harta yang diliki untuk mendapat pemasukan) dan zakat gaji dihitung atas jumlah bersih harta setelah dikurangi pembiayaan yang harus dikeluarkan.
5.      Asas penghitungan nialai harta zakat berdasarkan nilai (harga) pasar yang berlaku pada waktu pembayaran zakat. Misalnya harta perdagangan dihitung nilainya berdasarkan harga grosir (partai) dipasar dan zakat piutang dihitung berdasarkan nilai/umlah yang diharapkan pelunasannya.
6.      Asas penggabungan harta-harta yang sejenis yang sam haul, nisab dan harga zakatnya; seperti barang perdagangan digabungkan dengan harta tunai, simpanan gaji dan pemberian.
7.      Asas pengurangan harta yang wajib dizakati oleh tuntutan dan kewajiban jangka pendek (kontan), sedang kewajiban jangka panjang yang mengurani harta zakat adalah bagian yang harus dibayar pada tahun itu.

I.       Akuntansi Dana Zakat
Pada laporan keuangan tahun 20XA, saldo dana Zakat Bank Syariah Peduli (BSP) adalah sebesar Rp 15.000.000. Berikut adalah transaksi yang terkait dengan dana Zakat pada BSP selama tahun 20XB.[15]
Ø  15 Jan 20XB diterima zakat dari Bu. Ietje secara tunai Rp 3.000.000
Ø  13 Mar 20XB diterima zakat dari Bu. Barbara secara tunai sebesar Rp 12.000.000
Ø  17 Mar 20XB disalurkan tunai dana zakat kepada masyarakat miskin sebesar Rp 12.000.000
Ø  1 April 20XB diterima zakat perniagaan Bank Syariah Peduli tahun 20XB Rp 50.000.000
Ø  2 Mei 20XB diterima via rekening tabungan, zakat dari Bu Erni sebesar Rp 10.000.000
Ø  7 Mei 20XB disalurkan dana zakat kepada ustad yang berdakwah di pedalaman pulau Kalimantan sebesar Rp 10.500.000
Ø  16 Agus 20XB diterima dana zakat penghasilan dari Bu Widyas, nasabah Giro Rp 20.000.000 via rekening nasabah
Ø  25 Sept 20XB disalurkan tunai dana zakat kepada orang miskin Rp 65.000.000
Ø  30 Nov 20XB disalurkan tunai dana zakat kepada mualaf sebesar Rp 2.000.000
Ø  15 Des 20XB disalurkan tunai dana zakat kepada ibnu sabil sebesar Rp 500.000
Ø   27 Des 20XB ditransfer honor amil sebesar Rp 500.000 ke tabungan Bpk Misbah petugas penyaluran bantuan dana ZIS.
Jurnal transaksi diatas sbb:
Tanggal
Rekening
Debit (Rp)
Kredit (Rp)
15 Jan 20XB
Dana Zakat
Kas
3.000.000

3.000.000
13 Mar 20XB
Dana Zakat
Kas
12.000.000

12.000.000
17 Mar 20XB
Kas
Dana Zakat
12.000.000

12.000.000
1 April 20XB
Zakat bank syariah
Dana Zakat
50.000.000

50.000.000
2  Mei 20XB
Rekening tabungan nasabah
Dana Zakat
10.000.000

10.000.000
7 Mei 20XB
Dana Zakat
Kas
10.500.000

10.500.000
16 Agus 20XB
Rekening giro nasabah
Dana Zakat
20.000.000

20.000.000
25 Sept 20XB
Dana Zakat
Kas
65.000.000

65.000.000
30 Nov 20XB
Dana Zakat
Kas
2.000.000

2.000.000
15 Des 20XB
Dana Zakat
Kas
500.000

500.000
15 Des 20XB
Dana Zakat
Rekening tabungan-bpk misbah
500.000


500.000

Laporan Dana Zakat           
Bank syariah peduli
laporan sumber dan pengguna zakat
periode 01 jan s/d 31 des 20X2 dan 20X1
Keterangan
Tahun 20X2
(Rp)
20X1
(Rp)
Sumber  dana zakat
       a. Zakat dari bank
50.000.000
35.000.000
       b. Zakat dari pihak luar bank
45.000.000
45.000.000
Total sumber dana
95.000.000
80.000.000
Pengguna dana zakat
       a. Fakir
(0)
(0)
       b. Miskin
(77.000.000)
(48.000.000)
       c. Amil
(500.000)
(500.000)
       d. Muallaf
(2.000.000)
(4.000.000)
       e. Ghorim
(0)
(0)
       f. Riqob
(0)
(0)
       g. Fisabillilah
(10.500.000)
(1.500.000)
h. ibnu sabil
(500.000)
(30.000.000)
       Total pengguna
(90.500.000)
(84.000.000)
Kenaikan(penurunan) sumber atas pengguna
4.500.000
(4.000.000)
Sumber dana zakat pada awal tahun
1.500.000
19.000.000
Sumber dana zakat pada akhir tahun
19.500.000
1.500.000





























J.      Hal-Hal Yang Perlu Diperhatikan
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam membuat laporan akuntansi zakat adalah :[16]
1.      Setiap penerimaan dan pengeluaran harus di ketahui termasuk jenis dana apa.
2.      Setiap penyaluran dana yang ada harus sesuai dengan ketentuan Syari’ah.
3.      Setiap jenis dana yang ada harus dapat di ketahui saldonya.
4.      Jika zakat di terima dalam bentuk barang maka prinsip akutansi menghendaki barang tersebut di nilai dalam satuan moneter (dalam rupiah), sesuai dengan nilai pasarnya (jika di ketahui) atau nilai taksirannya.
5.      Aktiva tetap yang dimiliki boleh disusutkan ataupun tidak

BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Membayar zakat adalah salah satu kewajiban dari orang yang beragama islam karena telah jelas terdapat di rukun Islam, oleh karena itu dana zakat harus dikelola dengan baik ddan benar agar sesuai dengan syariat Islam, yang dimakasud syariat islam yaitu dana zakat di sini harus diberikan kepada yang berhak menerima zakat tersebut dan penerima tersebut telah dijelaskan pada isi dari makalah diatas.
Mengenai masalah akuntansi zakat, sebenarnya Aturan Akuntasi Untuk Lembaga Pengelola Zakat Indonesia Sampai dengan saat ini belum ada yang secara khusus membuat aturan akuntansi zakat, hal inilah salah satu penyebab kesulitan dalam melakukan standarisasi pencatatan dan pelaporan akuntansi zakat di Indonesia. Sementara ini bentuk pencatatan dan pelaporan akuntansi zakat seringkali didasarkan kepada metoda akuntansi yang secara umum berlaku, yang kemudian di modifikasi dengan ketentuan syariah. Dan ketentuan syariah inilah yang menentukan terhadap perlakuan pencatatan dan pelaporan akuntansi zakat.
Karena hal tersebuat, ruang lingkup akuntansi zakat sebenarnya hanya untuk amil zakat yang menerima dan menyalurkan zakat, atau organisasi pengelola zakat yang pembentukannya dimaksud untuk mengumpulakn zakat.


DAFTAR PUSTAKA
Buku
M. Arif Mufraini, Akuntansi dan Manajemen Zakat, Jakarta, Kencana Prenada Media grouf, 2006.
Rizal Yaya., dkk, Akuntansi Perbankan Syariah: Teori dan Praktik Kontemporer, Jakarta, Salemba Empat, 2012.
Sri Nurhayati, Wasiah, Akuntansi Syariah di Indonesia, Jakarta,Salemba Empat, 2009.

Internet
Alfa, Akuntansi Zakathttp://opans.blogspot.com/2009/12/akuntansi-zakat.html Diakses 20 Desember 2013 Pukul 15:50 WITA.
Tifa Fauziah, zakat dan laporan keuanganhttp://akuntansi-islam-indonesia.blogspot.com/ Diakses 20 Desember 2013 Pukul 15:50 WITA.
                                                                                           



[1] Alfa, Akuntansi Zakathttp://opans.blogspot.com/2009/12/akuntansi-zakat.html Diakses 20 Desember 2013 Pukul 15:50 WITA.
[2] M. Arif Mufraini, Akuntansi dan Manajemen Zakat, (Jakarta, Kencana Prenada Media grouf, 2006), h. 27.
[3] Rizal Yaya., dkk, Akuntansi Perbankan Syariah: Teori dan Praktik Kontemporer, (Jakarta, Salemba Empat, 2012), h. 318.
[4] Sri Nurhayati, Wasiah, Akuntansi Syariah di Indonesia, (Jakarta,Salemba Empat, 2009), h. 271.
[5] Tifa Fauziah, zakat dan laporan keuangan,  http://akuntansi-islam-indonesia.blogspot.com/ Diakses 20 Desember 2013 Pukul 15:50 WITA.
[6] Alfa, Akuntansi Zakathttp://opans.blogspot.com/2009/12/akuntansi-zakat.html,  loc-cit.
[7] Sri Nurhayati, Wasiah, Akuntansi Syariah di Indonesia, (Jakarta,Salemba Empat, 2009), op-cit, h. 272.
[8] Ibid., h. 272-274.
[9] Ibid., h. 274-275.
[10] Rizal Yaya., dkk, Akuntansi Perbankan Syariah: Teori dan Praktik Kontemporer, (Jakarta, Salemba Empat, 2012), op-cit, h. 318.
[11] Tifa Fauziah, zakat dan laporan keuanganhttp://akuntansi-islam-indonesia.blogspot.com/, loc-cit.
[12] Ibid.
[14] Ibid.
[15] Rizal Yaya., dkk, Akuntansi Perbankan Syariah: Teori dan Praktik Kontemporer, (Jakarta, Salemba Empat, 2012),  op-cit, h.319

Tidak ada komentar:

Posting Komentar