BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Manusia sebagai makhluk ciptaan
Allah SWT tidak hanya diperintahkan untuk beribadah kepada Allah semata. Dalam
pada itu, manusia juga diberikan tugas oleh Allah SWT untuk menjaga dan
memelihara kesejahteraan hidupnya di muka bumi. Tugas ini memang tidak
mudah, namun Allah SWT telah membuat sebuah sistem yang berfungsi sebagai
pedoman dan pengantur bagi manusia untuk memelihara kesejahteraan hidupnya di
muka bumi. Sistem ini bernama agama Islam.
Agama Islam merupakan sebuah sistem
yang mengatur kehidupan manusia dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Sistem ini tidak hanya mengatur tentang hubungan manusia dengan Allah SWT, atau
yang sering disebut hubungan vertikal. Namun, lebih dari itu agama islam
sebagai sebuah sistem juga mengatur hubungan antar sesama manusia dan seluruh
ciptaan Allah SWT, misalnya tumbuhan dan hewan.
Dalam agama Islam, hubungan antar
sesama manusia ( hubungan horizontal ) di bahas dalam ilmu fiqh, misalnya
hubungan antara 2 pihak yang melakukan sewa-menyewa atau dalam ilmu fiqh
muamalat disebut sebagai ijarah. Para ulama fiqh berbeda pendapat dalam
mendefenisikan ijarah. Ulama Hanafiyah mendefinisikan ijarah sebagai suatu
transaksi terhadap manfaat dengan imbalan. Sedangkan ulama Syafi’iyah
mendefinisikannya ijarah sebagai suatu transaksi terhadap manfaat yang dituju,
tertentu, bersifat mubah dan boleh dimanfaatkan dengan imbalan tertentu.
Sejatinya, dalam akad Ijarah tidak
ada pemindahan kepemilikan / transfer of title atas barang yang
disewakan. Namun, jika pihak penyewa menginginkan adanya pemindahan kepemilikan
atas barang tersebut, maka dapat dilakukan dengan opsi penjualan dan atau opsi
hibah di akhir akad. Atas transaksi sewa yang ingin diakhiri dengan pemindahan
kepemilikan, maka dalam khazanah fiqh muamalat kontemporer dikenal dengan
istilah al-Ijarah al-Muntahiya bi al-Tamlik (IMBT).
BAB II
AL-IJARAH AL-MUNTAHIYAH BI AL-TAMLIK
(IMBT)
A.
Defenisi IMBT
IMBT adalah sebuah istilah modern yang tidak
terdapat dikalangan fuqoha terdahulu. Istilah ini tersusun dari dua kata :
1.
Al-ijarah (sewa)
Ijârah
dalam bahasa Arab berarti upah, sewa, jasa, atau imbalan. Secara etimoligi
dapat berarti ba’i al-manfaah yang berarti jual-beli dan atau pemilikan atas
manfaat.
2.
At-Tamlik (kepemilikan)
Secara
bahasa berarti menjadikan orang lain memiliki sesuatu. At-tamlik bisa berupa
kepemilikan terhadap benda, kepemilikan terhadap manfaat, bisa dengan ganti
atau tidak. Sebagaimana ungkapan dibawah ini :
a.
Jika kepemilikan terhadap sesuatu terjadi
dengan adanya ganti maka ini adalah jual beli.
b.
Jika kepemilikan terhadap suatu manfaat dengan
adanya ganti maka disebut persewaan.
c.
Jika kepemilikan terhadap sesuatu tanpa adanya
ganti maka ini disebut hibah / hadiah.
d.
Adapun jika kepemilikan terhadap suatu manfaat
tanpa adanya ganti maka disebut pinjaman.
Dari
kedua definisi diatas maka dapat disimpulkan bahwa definisi IMBT adalah
kepemilikan suatu manfaat/jasa berupa barang yang jelas dalam tempo waktu yang
jelas dikuti dengan adanya pemberian kepemilikan suatu barang yang bersifat
khusus dengan adanya ganti yang jelas. IMBT adalah akad sewa menyewa
antara pemilik objek sewa dan penyewa untuk mendapatkan imbalan atas objek sewa
yang disewakannya dengan opsi perpindahan hak milik objek sewa pada saat
tertentu sesuai dengan akad sewa.[1]
B.
Sejarah IMBT
IMBT adalah akad yang belum ada pada masa Rasulullah, Akad
ini pertama didapatkan pada tahun 1846 masehi di Inggris, dan yang memulai
bertransaksi dengan akad ini adalah seorang pedagang alat-alat musik di
inggris, dia menyewakan alat musiknya yang diikuti dengan memberikan hak milik
barang tersebut, dengan maksud adanya jaminan haknya itu. Setelah itu
tersebarlah akad seperti ini dan pindah dari perindividu ke pabrik-pabrik, dan
yang pertama kali menerapkannya adalah pabrik sanjar penyedia
alat-alat jahit di inggris. Selanjutnya berkembang, dan tersebar akad ini
dengan bentuk khusus di pabrik-pabrik besi yang membeli barang-barang yang
sudah jadi, lalu menyewakannya Kemudian setelah itu tersebar akad semacam ini
dan pindah ke Negara-negara dunia, hingga ke Amerika Serikat pada tahun 1953
masehi.Lalu tersebar dan pindah ke Negara Perancis pada tahun 1962 masehi.Terus
tersebar dan pindah ke Negara-negara Islam dan Arab pada tahun 1397 hijriyah /
1976 Masehi.
Penggunaan akad ini semakin banyak digunakan pada masa
sekarang ini sebagai salah satu pilihan akad yang dapat digunakan untuk
melakukan pembiayaan yang berkenaan dengan sewa yang diakhiri dengan hak
kepemilikan oleh nasabah.[2]
C.
Dasar
Hukum
1.
Firman
Allah, QS. al-Zukhruf [43]: 32:
أَهُمْ یَقْسِمُوْنَ رَحْمَتَ رَبِّكَ، نَحْنُ قَسَمْنَا بَيْنَهُمْ مَعِيْشَتَهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا، وَرَفَعْنَا بَعْضَهُمْ فَوْقَ بَعْضٍ دَرَجَاتٍ لِيَتَّخِذَ بَعْضُهُمْ بَعْضًا سُخْرِیًّا، وَرَحْمَتُ رَبِّكَ خَيْرٌ مِمَّا یَجْمَعُوْنَ.
“Apakah
mereka yang membagi-bagikan rahmat Tuhanmu? Kami telah menentukan antara mereka
penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan sebagian
mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar seba-gian mereka dapat
mempergunakan sebagian yang lain. Dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang
mereka kumpulkan.”
2.
Hadits Nabi riwayat ‘Abd ar-Razzaq dari Abu
Hurairah dan Abu Sa’id al-Khudri, Nabi s.a.w. bersabda:
مَنِ اسْتَأْجَرَ أَجِيْرًا فَلْيُعْلِمْهُ أَجْرَهُ.
“Barang siapa
mempekerjakan pekerja, beritahukanlah upahnya”
3.
Hadits
Nabi riwayat Ahmad, Abu Daud, dan Nasa’i dari Sa`d Ibn Abi Waqqash, dengan teks
Abu Daud, ia berkata:
آُنَّا نُكْرِي اْ لأَرْضَ بِمَا عَلَى السَّوَاقِي مِنْ الزَّرْعِ وَمَا سَعِدَ بِالْمَاءِ مِنْهَا فَنَهَانَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ ذَلِكَ وَأَمَرَنَا أَنْ نُكْرِیَهَا بِذَهَبٍ أَوْ فِضَّةٍ.
“Kami
pernah menyewakan tanah dengan (bayaran) hasil tanaman yang tumbuh pada parit
dan tempat yang teraliri air; maka Rasulullah melarang kami melakukan hal
tersebut dan memerintahkan agar kami menyewakan tanah itu dengan emas atau
perak (uang).”
4.
Hadits Nabi riwayat Tirmizi dari 'Amr bin 'Auf
al-Muzani, Nabi s.a.w. bersabda:
اَلصُّلْحُ جَائِزٌ بَيْنَ الْمُسْلِمِينَ إِلاَّ صُلْحًا حَرَّمَ حَلاَلاً أَوْ أَحَلَّ حَرَامًا وَالْمُسْلِمُونَ عَلَى شُرُوطِهِمْ إِلاَّ شَرْطًا حَرَّمَ حَلاَلاً أَوْأَحَلَّ حَرَامًا.
“Perjanjian
boleh dilakukan di antara kaum muslimin kecuali perjanjian yang mengharamkan
yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan
syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau
menghalalkan yang haram.”
5.
Hadits
Nabi riwayat Ahmad dari Ibnu Mas’ud:
نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ صَفْقَتَيْنِ فِي صَفْقَةٍ وَاحِدَةٍ .
“Rasulullah
melarang dua bentuk akad sekaligus dalam satu obyek.”
6.
Kaidah
fiqh:
الأَصْلُ فِي الْمُعَامَلاَتِ اْلإِبَاحَةُ إِلاَّ أَنْ یَدُلَّ دَلِيْلٌ عَلَى تَحْرِیْمِهَا.
“Pada
dasarnya, segala bentuk mu’amalat boleh dilakukan kecuali ada dalil yang
mengharamkannya.”
أَیْنَمَا وُجِدَتِ الْمَصْلَحَةُ فَثَمَّ حُكْمُ اللهِ.
“Di
mana terdapat kemaslahatan, di sana terdapat hukum Allah." [3]
D.
Rukun IMBT
Sebagimana
dijelaskan di atas bahwa transaksi IMBT merupakan pengembangan transaksi ijarah
untuk mengakomodasi kebutuhan pasar.Oleh sebab itu, rukun dari IMBT adalah sama
dengan rukun dari ijarah.Adapun rukun IMBT adalah sebagai berikut :
1.
Orang yang berakad : Penyewa (Musta’jir) dan
Pemberi Sewa (Mu’jir/Mu’ajjir)
2.
Sewa/imbalan : Harga Sewa (Ujrah)
3.
Manfaat Obyek Sewa (Ma’jur)
4.
Sighat (ijab dan kabul).
E.
Syarat IMBT
Agar
pelaksanaan IMBT sempurna, berikut beberapa syarat dari sahnya akad IMBT :[4]
1.
Syarat Pihak yang berakad : Cakap hukum (
Baligh & Berakal )
2.
Syarat Obyek yang disewakan :
a.
Manfaat barang dan atau jasa.
b.
Barang
itu milik sah & sempurna dari mu’jir (milk al-tâm) atau Barang itu tidak
terkait dengan hak orang lain.
c.
Objek harus bisa dinilai dan dikenali secara
spesifik (fisik). Artinya manfaat barang jelas.
d.
Manfaat barang dan atau jasa tidak termasuk
yang diharamkan / dilarang Bermanfaat.
e.
Manfaat Barang/jasa bisa langsung diserahkan
atau digunakan selama jangka waktu tertentu yang disepakati.
3.
Syarat Harga Sewa (Ujrah):
a.
Jelas disebutkan pada saat transaksi berupa
uang, dirham, dinar dan lain sebagainya. Menurut Ulama Hanâfiyah pembayaran
upah tidak boleh dalam bentuk manfaat yang serupa. Seperti sewa rumah
dengan ujroh penyewaan rumah. Namun dalam fatwa DSN no : 09/DSN-MUI/IV/2000
perihal Pembiayaan Ijârah bahwa Pembayaran sewa atau upah boleh berbentuk jasa
(manfaat lain) dari jenis yang sama dengan obyek kontrak.
b.
Jelas disebutkan berapa jumlah Ujrah.
4.
Syarat Sighat :
a.
Harus jelas dan disebutkan secara
spesifik dengan siapa berakad.
b.
Antara ijab qabul (serah terima) harus selaras
baik dengan keinginan untuk melakukan kontrak sewa; harga dan jangka waktu yang
disepakati.
c.
Tidak mengandung klausul yang bersifat
menggantungkan keabsahan transaksi pada hal / kejadian yang akan
datang yang tidak sesuai dengan esensi dari ijarah. Misalnya, mu’jir menyewakan
rumahnya kepada pihak lain dengan syarat ia menempati dulu selama 1 (satu)
bulan baru kemudian ia sewakan kepada B. Esensi dari ijarah adalah memberikan
hak atas manfaat barang pada salah satu pihak yang berakad.
F.
Hubungan Antara
Dasar Hukum dengan Ketentuan Pembolehan Fatwa
Berdasarkan
dasar hukum tentang pembahasan masalah akad al- Ijarah al-Muntahiyah bi
al-Tamlik yang di paparkan dalam fatwa DSN Nomor:
27/DSN-MUI/III/2002, terdapat enam dasar hukum yang digunakan dalam perumusan
pembolehan pembolehan akad al- Ijarah
al-Muntahiyah bi al-Tamlik pada lembaga
keuangan syariah. Walaupun pada dasarnya ada salah satu hadits nabi yang
melarang digunakannya dua akad pada satu objek. Akan tetapi, jika kita
memperhatian kaidah fiqih yang menyebutkan bahwa “Di mana terdapat
kemaslahatan, di sana terdapat hukum Allah." Berdasarkan kaidah fiqih
tersebut dapat di ambil kesimpulan bahwa aqad akad al- Ijarah al-Muntahiyah
bi al-Tamlik di perbolehkan sesuai dengan fatwa tersebut, akan tetapi dari
pembolehan tersebut tetap di berikan beberapa ketentuan yang harus di
perhatikan agar akad tersebut tidak bertentangan dengan kaidah-kaidah agama.
Multi akad dilarang apabila:
1.
Secara
jelas dilarang dalam nash tentang multi akad.
2.
Multi
akad yang digabungkan menimbulkan ketidakjelasan.
3.
Multi
akad yang dapat membawa kepada hilah.
G.
Analisis Terhadap
Praktek Akad al- Ijarah
al-Muntahiyah bi al-Tamlik di Perbankan
Syariah
Al- Ijarah al-Muntahiyah bi al-Tamlik (IMBT)
pada dasarnya merupakan perpaduan antara ijarah dan jual beli. Dari sisi
ijarah, perbedaan IMBT terletak pada opsi untuk membeli barang dimaksud pada akhir
periode. Sedangkan dari sisi jual beli, perbedaan IMBT terletak pada adanya
penggunaan manfaat barang dimaksud terlebih dahulu melalui akad ijarah (sewa),
sebelum transaksi jual beli dilakukan.
H. Analisis Akad Ijarah al-
Ijarah al-Muntahiyah bi al-Tamlik Ditinjau dari Pendapat
Para Ulama
Menurut Adimarwan:
Penggabungan akad terjadi bila
semua dari ketiga komponen ini terpenuhi yaitu objek sama, pelaku sama dan
jangka waktu sama. Ketentuan ini bersifat komulatif, artinya jika salah satu
komponen tersebut tidak terpenuhi maka tidak terjadi penggabungan akad dan akad
tersebut hukumya sah atau boleh dilaksanakan.
Pelaksanaan ini berdasarkan fatwa DSN No. 27/DSN-MUI/III/2002 dan Pasal 16 PBI Nomor:
7/46/PBI/2005 yang menyebutkan
bahwa pelaksanaan pengalihan kepemilikan kepada penyewa hanya dapat dilakukan setelah akad ijarah dipenuhi.
Seiring dengan
pendapat Dimyauddin Djuwani, bahwa akad IMBT bukanlah penggabungan
dua akad. Namun, terdiri atas dua akad yang independen, yaitu akad sewa dan di akhir masa sewa dibentuk akad baru yang
independen, yakni akad jual beli
atau hibah.
Sedangkan Menurut ulama Hanabillah, pihak yang melakukan transaksi
memiliki kebebasan penuh dalam menentukan kesepakatan dan syarat dalam sebuah akad, dan hukumnya adalah mubah (boleh) sepanjang tidak bertentangan dengan syara’. Ulama Malikiyah menyatakan, akad ijarah bisa digabungkan dengan akad jual beli dalam satu transaksi, karena tidak ada hal yang menafikan substansi keduanya. Begitu pula ulama Syafi’iyah dan Hanabalah berdasarkan fatwa dari konferensi fiqh Internasional pertama di Bait at-Tamwil al-Kuwaiti (7-11 Maret 1987) yang mengakui keabsahan akad al-ijarah al-muntahiyah bit-tamlik yang diakhiri dengan akad hibah. Atau ketetapan ulama fiqh dunia No. 44 dalam sebuah konferensi di Kuwait (10-15 Desember 1988) yang menghadirkan alternatif solusi, yakni akad ini diganti dengan jual beli kredit, atau akad ijarah, dimana akhir perjanjian, penyewa diberi beberapa opsi, yaitu memperpanjang masa kontrak sewa, menyelesaikan akad dengan mengembalikan objek sewa, atau membeli objek sewa dengan harga yang berlaku di pasaran. Jika dikaitkan, akad IMBT merupakan bentuk opsi yang ketiga yaitu membeli objek sewa dengan harga yang berlaku dipasaran.[5]
memiliki kebebasan penuh dalam menentukan kesepakatan dan syarat dalam sebuah akad, dan hukumnya adalah mubah (boleh) sepanjang tidak bertentangan dengan syara’. Ulama Malikiyah menyatakan, akad ijarah bisa digabungkan dengan akad jual beli dalam satu transaksi, karena tidak ada hal yang menafikan substansi keduanya. Begitu pula ulama Syafi’iyah dan Hanabalah berdasarkan fatwa dari konferensi fiqh Internasional pertama di Bait at-Tamwil al-Kuwaiti (7-11 Maret 1987) yang mengakui keabsahan akad al-ijarah al-muntahiyah bit-tamlik yang diakhiri dengan akad hibah. Atau ketetapan ulama fiqh dunia No. 44 dalam sebuah konferensi di Kuwait (10-15 Desember 1988) yang menghadirkan alternatif solusi, yakni akad ini diganti dengan jual beli kredit, atau akad ijarah, dimana akhir perjanjian, penyewa diberi beberapa opsi, yaitu memperpanjang masa kontrak sewa, menyelesaikan akad dengan mengembalikan objek sewa, atau membeli objek sewa dengan harga yang berlaku di pasaran. Jika dikaitkan, akad IMBT merupakan bentuk opsi yang ketiga yaitu membeli objek sewa dengan harga yang berlaku dipasaran.[5]
BAB III
ANALISIS
Berdasarkan pemaparan di atas, kita dapat mengetahui bahwa
sistem akad IMBT pada mulanya tidak berasal dari negara islam. Akan tetapi
menurut beberapa literatur, sistem yang sekarang di digunakan yang bernama akad
IMBT ini muncul dari Inggris. Karena sistem penyediaan barang yang berakhir
dengan kepemilikan yang dalam sistem perbankan syariah disebut dengan IMBT ini
membuat para ulama memikirkan bagaimana ketentuan yang sesuai dengan agama
dalam prinsip penggunaan akad tersebut. Seperti yang dilakukan oleh Dewan
Syariah Nasional yang mengeluarkan fatwa DSN No.
27/DSN-MUI/III/2002, bahkan telah di cantumkan juga pada peraturan Bank
Indonesia Pasal 16 PBI Nomor: 7/46/PBI/2005.
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Al- Ijarah
al-Muntahiyah bi al-Tamlik adalah transaksi ijarah yang diikuti
dengan proses perpindahan hak kepemilikan atas barang itu sendiri. Transaksi
IMBT merupakan pengembangan transaksi ijarah untuk mengakomodasi kebutuhan
pasar. Karena merupakan pengembangan dari transaksi ijarah, maka ketentuannya
mengikuti ketentuan ijarah.
Pada akad Al-
Ijarah al-Muntahiyah bi al-Tamlik, pelaksanaan pengalihan kepemilikan kepada penyewa hanya dapat dilakukan setelah akad ijarah
dipenuhi. Yang mana al-
Ijarah al-Muntahiyah bi al-Tamlik ini memiliki rukun, yaitu:
1.
Orang yang berakad : Penyewa (Musta’jir) dan
Pemberi Sewa (Mu’jir/Mu’ajjir)
2.
Sewa/imbalan : Harga Sewa (Ujrah)
3.
Manfaat Obyek Sewa (Ma’jur)
4.
Sighat (ijab dan kabul).
DAFTAR PUSTAKA
Dzakkiyah Rusydatul Umam,
dkk, Jurnal: Analisis Yuridis Akad Ijarah Muntahiya Bittamlik (IMBT)
Dalam Perspektif Hukum Islam Dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor: 27/DSN-MUI/III/2002, tentang
al- Ijarah al-Muntahiyah bi al-Tamlik.
Irham Anas, analisa Praktek Ijarah Muntahiya bi Tamlik, http://irham-anas.blogspot.com/2011/11/analisa-praktek-ijarah-muntahiya-bit.html
Hendra Kholid, Ijarah Muntahiyah bit Tamlik (IMBT), http://hendrakholid.net/blog/2009/11/22/ijarah-muntahiyah-bit-tamlik-imbt/
[1] Irham Anas, analisa
Praktek Ijarah Muntahiyah bi Tamlik, http://irham-anas.blogspot.com/2011/11/analisa-praktek-ijarah-muntahiya-bit.html di akses
20 Mei 2014, Pukul 11:11 WITA.
[2] Hendra
Kholid, Ijarah Muntahiyah bit Tamlik (IMBT), http://hendrakholid.net/blog/2009/11/22/ijarah-muntahiyah-bit-tamlik-imbt/ di
akses 22 Mei 2014, Pukul 11:42 WITA.
[3] Fatwa Dewan
Syariah Nasional Nomor: 27/DSN-MUI/III/2002, tentang al- Ijarah al-Muntahiyah
bi al-Tamlik, h. 2.
[4] Irham Anas, analisa
Praktek Ijarah Muntahiya bi Tamlik, http://irham-anas.blogspot.com/2011/11/analisa-praktek-ijarah-muntahiya-bit.html di akses
20 Mei 2014, Pukul 11:11 WITA, loc-cit.
[5]
Dzakkiyah Rusydatul Umam, dkk, Jurnal: Analisis Yuridis Akad Ijarah Muntahiya Bittamlik (IMBT)
Dalam Perspektif Hukum Islam Dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, h. 10.